Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Gunungsitoli. Pedagang kuliner masakan tradisional Babi Khas Nias ( BKN), Benediktus Zebua alias Ama Siska dilarang mendirikan lapak jualan di pusat jajanan malam Kota Gunungsitoli, Kepulauan Nias, Sumatra Utara. Ia mengaku, sampai sekarang belum mengetahui alasan Pemko Gunungsitoli melarangnya. Menurutnya, hingga saat ini belum ada aturan daerah atas pengelolaan kuliner jalanan malam di lokasi tersebut.
Diakuinya, karena belum ada solusi Pemko Gunungsitoli atas keluhannya itu, dia pun akhirnya curhat di medsos dan menjadi heboh karena mendapat simpati dari banyak nitizen.
"Ia saya dilarang. Kejadiannya pada 26 Desember 2019 saya ditegur Kasie Pasar. Katanya petunjuk Kadis Perindagkop atas perintah pimpinan", ungkap Benediktus Zebua, saat ditemui Senin (7/6/2021) sembari berujar tidak tahu siapa pimpinan dimaksud.
Ia mengungkapkan, sebelum larangan itu, dirinya sudah jualan masakan BKN di pusat jajanan malam. Namun pada 27 Desember 2019 dia dipanggil di Dinas Perindagkop. Benediktus diberi solusi untuk pindah tempat seberang parkir. Tapi lucunya setelah sehari dia jualan, besoknya, 30 Desember ia didatangi Kasie Pasar, Jul Harefa meminta Benediktus kalau bisa jangan jualan lagi.
Benediktus mengatakan, Kasie Pasar bilang sudah ada petunjuk kadis atas perintah pimpinan untuk sementara waktu sebelum ditentukan lokasi diminta untuk tidak jualan di pusat jajanan malam. "Saya sebagai warga masyarakat yang baik mengikuti perintah itu", kata Benediktus.
Pebruari 2021, Benediktus menghubungi Kadis Perindagkop, Yurisman Telaumbanua menanyakan lokasi lapak dimaksud. Tetapi Yurisman bilang, biar mereka bicarakan dulu.
Sampai belum ada solusi. "Akhirnya keluhan saya curhat melalui medsos 24 Mei 2021 itu", ujarnya.
Akibatnya, Curhatnya pun bikin heboh. Sampai menuai polemik di medsos. Ada yang menaruh simpatik, dan tak sedikit pendapat pro dan kontra terkait larangan lapak kuliner tradisional khas Nias di pusat jajanan malam tersebut.
"Saya tidak tahu alasan Pemko Gunungsitoli melarang saya pedagang kuliner masakan khas tradisional BKN", ujarnya.
Pelopor masakan khas tradisional Nias ini berharap agar makanan tradisional BKN ini bisa tampil sejajar dengan masakan makanan lainnya di pusat jajanan malam Kota Gunungsitoli.
"Bagaimana orang luar yang berkunjung di kota wisata kuliner Kota Gunungsitoli tahu masakan khas tradisional Nias kalau tidak dijual di sana," harapnya.
Menurutnya, dirinya memperkenalkan masakan khas tradisional ini seiring dengan visi misi Pemko Gunungsitoli yang menjadikan Gunungsitoli sebagai kota wisata kuliner. "Saya mengambil peran di situ", jelasnya.
Ia menegaskan, dengan larangan seperti ini sebenarnya yang didiskriminasikan justru masakan khas tradisional Nias. "Bukan saya, karena sudah punya pondok", tegasnya.
Ia juga tidak ingin dikaitkan makanan tradisional daging BKN dengan istilah mayoritas minoritas. Sebab menurut Benediktus, hal itu di luar konsepnya.
"Karena pada saat saya jualan di sana yang bersebelahan dengan saya tidak risih dengan apa yang saya jual. Jadi kenapa yang belum terjadi direka-reka. Lapak di sebelah saya itu ibu jualan jamu dan yang sebelah saya lagi jualan batagor. Saya tanya mereka apa terganggu katanya tidak bang lanjut aja. Kita sama sama cari makan kok,"tuturnya.
"Jadi kita harusnya bangga dengan masakan khas tradisional kita sendiri. Makanan Peninggalan leluhur kita penting dilestarikan. Makanan tradisional BKN tidak kalah bersaing dengan makanan khas daerah lain Karo dan Tapanuli," lanjut Benediktus.
Wakil Wali Kota Gunungsitoli, Sowa'a Laoli yang dihubungi melalui whatshapp terkait larangan kuliner masakan tradisional BKN di pusat jajanan malam belum berkomentar. Dikonfirmasi Kepala Dinas Perindagkop, Yurisman Talaumbanua belum juga memberikan keterangan.