Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Deli Serdang. Penganiayaan dialami santri di Pesantren Darularafah Raya Jalan Berdikari, Desa Lao Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, sudah menjadi tradisi. Di mana, praktek kekerasan di pesantren ramah anak masih terus berlangsung.
Dari data dimiliki medanbisnisdaily.com kekerasan fisik, psikis, verbal dan diskriminasi dialami oleh santri terjadi pada tahun 2018. Hal ini dibuktikan dari pengakuan wali mantan santri, AW.
Kepada wartawan, AW mengungkapkan anaknya mengalami kekerasan hanya gara-gara persoalan sepele yang tidak benar.
"Jadi, anak saya dituduh oleh security menggunakan ponsel di lingkungan pesantren, padahal tuduhan itu tidak benar. Tetapi, tetap saja mendapatkan tindakan kekerasan dilakukan pengasuh dengan cara dipukul memakai rotan di bagian punggung sampai mengalami memar," ujar AW warga Kecamatan Tanjung Morawa ini.
Atas kejadian itu, sebut AW ia mengambil sikap dengan tidak meneruskan anaknya mengenyam pendidikan di Pesantren Darularafah Raya. "Saya menitipkan anak ke pesantren agar mendapatkan pendidikan yang berkarakter ke islaman serta religius. Bukan diperlakukan seperti 'binatang'," sebutnya dengan nada kesal.
AW menerangkan, kasus kekerasan dialami anaknya telah selesai setelah dilakukan mediasi Lembaga Perlindungan Anak Deli Serdang bersama pihak Pesantren Darularafah Raya.
"Setelah dilakukan mediasi, saya membawa anak keluar dari pesantren. Tujuannya, karena dikhawatirkan terjadi lagi kekerasan," terangnya.
Hal senada juga diungkapkan orang tua santri, A. Warga Kecamatan Medan Marelan ini menyatakan, anaknya mendapatkan kekerasan fisik dipukul di bagian dada hingga mengalami memar dalam.
"Kejadian pada tahun 2020. Di mana, anaknya bersama belasan santri lain dikumpulkan di area pesantren hanya gara-gara di dalam asrama tidak bersih. Di situ, bukan mendapatkan bimbingan serta pengarahan malah mendapat kekerasan fisik dilakukan kakak kelas," ucap A ditemui di Pesantren Darularafah Raya.
A menyebutkan, anaknya yang mendapat kekerasan fisik masih menimba ilmu di Pesantren Darularafah Raya.
"Anak saya masih di pesantren. Kejadian kekerasan sudah dilakukan mediasi dengan harapan jangan menghukum santri-santri dengan tindakan fisik melainkan upaya pencegahan agar tidak terjadi hal serupa lagi," ujarnya.
Kekerasan dialami oleh para santri ternyata tidak sampai di situ saja. Teranyar, santri FWA (15) tewas usai dianiaya oleh kakak kelasnya, ALH (17).
Kejadian menimpa korban warga Jalan Rantau, Desa Benua Raja, Kecamatan Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang pada Sabtu (6/6/2021).
Dengan demikian, kejadian dialami para santri membuktikan sulitnya mendapatkan
perlindungan dari kekerasan, diskriminasi dan bentuk-bentuk eksploitasi baik ekonomi, seksual, penelantaran, ketidakadilan serta perlakuan salah di Pesantren Darularafah Raya.
Terpisah, Kepala Pesantren Darularafah Raya, H Harun Lubis ketika dikonfirmasi soal tewasnya santri dianiaya oleh kakak kelas tidak bersedia berikan keterangan dengan alasan bahwa disuruh oleh pihak kepolisian.
"Maaf ya. Mengenai meninggalnya santri, kami sudah disuruh Polrestabes Medan, untuk tidak memberikan penjelasan," ujar H Harun Lubis dihubungi melalui sambungan telepon selulernya.
Ketika ditanya soal penganiayaan sebelumnya pernah terjadi, H Harun menjawab dengan jawaban berdalih jika tidak mengetahui. "Belum ada diterima penganiayaan yang sebelumnya," jawabnya sembari menutup ponsel.