Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Parapat. Tujuh perwakilan Komunitas Masyarakat Adat dari Tano Batak didampingi KSPPM (Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat) dan AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Tano Batak meminta agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut izin PT Toba Pulp Lestari (PT.TPL). Hal itu disampaikan dalam pertemuan yang digagas langsung Menteri KLHK di Hotel KHAS Parapat, Simalungun, Sumatra Utara, Minggu (13/6/2021).
Pertemuan dihadiri langsung Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar, jajaran eselon I dan beberapa direktur di instansi KLHK
Menteri Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, sejak 2016 KLHK sudah mempelajari berbagai konflik agraria yang terjadi di Danau Toba."Proses penyelesaian konflik yang dialami masyarakat adat ini memang tidak mudah karena harus melibatkan banyak pihak, sehingga harus benar-benar dipelajari, dan dalam pertemuan ini kami semua yang ada di sini hanya akan mendengarkan apa yang dialami dan diharapkan oleh masyarakat adat, sehingga segera bisa dilakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi." jelasnya.
Direktur Eksekutif KSPPM, Delima Silalahi, menjelaskan bahwa sejak tahun 2016 beberapa kali bertemu Siti Nurbaya dan jajarannya di KLHK, selalu merespon dengan baik pengaduan masyarakat adat di Toba, dan memberi harapan bagi masyarakat adat di Toba bahwa wilayah adat mereka akan terbebas dan akan kembali ke masyarakat adat. Sayangnya, harapan itu memudar ketika di lapangan, konflik tak kunjung selesai, malah terus bertambah dari waktu ke waktu.
Menurut Delima, PT Toba Pulp Lestari tiada henti melakukan operasional di wilayah adat yang menimbulkan banyak konflik di wilayah konsesi, melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat.
"Kami sangat berharap ada hasil dari pertemuan ini, ada upaya serius penyelesaian konflik masyarakat adat dan pengembalian wilayah adat kepada masyarakat adat." harap Delima.
“Respon yang baik dari KLHK juga kami rasakan dengan telah terbitnya SK Hutan Adat Pandumaan-Sipituhuta pada akhir tahun 2020 lalu. Untuk itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bu Siti Nurbaya dan semua tim di KLHK, walaupun SK tersebut juga sampai saat ini menyisakan berbagai polemik yang juga pasti bisa diselesaikan dengan baik”, tambah Delima.
Senada dengan Delima, Roganda Simanjuntak (Ketua BPH AMAN TB) juga menyampaikan apresiasi kepada Siti yang telah mengajak masyarakat berdiskusi.
"Namun kami berharap perjumpaan kali ini akan menemukan formula baru untuk menyelesaikan konflik di Tano Batak. Paling tidak kami meminta kepada Ibu Menteri Siti Nurbaya Bakar segera mencabut izin konsesi PT TPL. Kehadiran PT TPL menimbulkan banyak konflik dan kekerasan di Tano Batak." kata Roganda.
Kasus kriminalisasi yang dialami Masyarakat Adat Natumingka pada kondisi Mei 2021 lalu juga dijelaskan dengan gamblang oleh Natal Simanjuntak, yang hadir mewakili MA Natumingka.
“TPL melakukan kekerasan di wilayah adat kami yang menyebabkan ada dua belas orang anggota komunitas yang terluka dan berdarah-darah, makam leluhur kami diobrak abrik dan tanaman kami di rusak. TPL sudah banyak menimbulkan penderitaan buat kami. Kami meminta perusahaan itu ditutup." katanya.
Arnold Lumbanbatu, perwakilan masyarakat Pandumaan-Sipituhuta menjelaskan bahwa pada 2016 perwakilan masyarakat telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya di iIstana Negara.
"Dalam pertemuan tersebut Bapak Jokowi memberikan SK pencadangan hutan adat kami dengan mengeluarkan dari konsesi PT TPL seluas 5.172 hektar. Pak Jokowi juga berpesan agar kami tidak mengubah fungsi hutan kemenyan, dan itu kami lakukan sampai sekarang. Namun tahun 2020 yang lalu SK Hutan Adat Pandumaan-Sipituhuta terbit hanya seluas 2.393 hektar . Hal ini menyebabkan masalah baru bagi masyarakat, karena tuntutan kami tidak sesuai dengan hasil yang kami terima." jelas Arnold.
Dia berharap, SK Hutan Adat yang mereka terima ditinjau ulang sesuai dengan permintaan masyarakat, karena yang tidak masuk dalam SK Hutan Adat tersebut sampai saat ini masih hutan kemenyan yang mereka lestarikan.
Rocky Pasaribu, Koordinator Studi Advokasi KSPPM, juga menyampaikan beberapa hal terkait dengan hasil investigasi yang dilakukan KSPPM dengan beberapa jaringan, seperti AMAN Tano Batak dan JIKALAHARI dimana ada dugaan pelanggaran perizinan yang dilakukan oleh PT TPL di wilayah konsesi. Seperti adanya konsesi PT TPL di Areal Penggunaan Lain (APL), adanya bekas bukaan baru PT TPL di hutan alam, dan beberapa temuan lain yang akan disampaikan ke KLHK dalam waktu dekat.
Menyikapi apa yang disampaikan oleh Rocky Pasaribu, Menteri Siti Nurbaya Bakar menyatakan bahwa hal itu sudah menyalahi aturan, hal tersebut tidak diperbolehkan, dan ia meminta Dirjen terkait segera menindaklanjuti hasil investigasi tersebut.
Siti Nurbaya Bakar juga meminta maaf atas proses penyelesaian yang lambat sehingga masyarakat menunggu lama.
"KLHK harus bekerja sesuai prosedur hukum yang berlaku dan melibatkan banyak pihak. Namun KLHK sudah menyusun beberapa langkah, yang pertama melakukan evaluasi terhadap semua, termasuk keberadaan TPL dan juga yang lainnya seperti Food Estate. Kedua, Presiden dan KLHK sangat memperhatikan terkait dengan menjaga kelestarian hutan alam. Ketiga, melakukan penangan khusus terkait penyelesaian konflik di Toba dan Kalimantan Tengah supaya cepat selesai dan menjadi model penyelesaian konflik untuk daerah lain. Sehingga ke depan KLHK, KSPPM dan AMAN perlu duduk bersama bersinergi untuk membicarakan model penyelesaian yang saya sampaikan tadi." paparnya.
"TPL dalam kaitan dengan pengrusakan lingkungan, limbah dan lainnya, KLHK akan segera melakukan evaluasi khusus, termasuk kinerja dan soal penebangan hutan alam sudah tidak boleh segera dicheck oleh Sekjen. Hal yang sama dengan persoalan Hutan Adat Pandumaan-Sipituhuta dalam proses evaluasi dan akan kita selesaikan. Kita akan check lagi data-datanya, administrasinya sehingga bisa diselesakan segera." imbuhnya lagi.
Siti Nurbaya juga mengingatkan kepada tim yang dari KLHK agar benar-benar memperhatikan tidak adanya konflik horizontal yang ditimbulkan oleh kehadiran Kelompok-Kelompok lain yang bersinggungan dengan masyarakat adat. Menurutnya, ekosistem yang ideal termasuk di dalamnya soal harmonisasi, kerekatan, dan sistem kekerabatan tidak boleh terganggu.