Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PREMAN memiliki sejarah panjang dalam perjalanan bangsa Indonesia. Dan aksi-aksi premanisme yang terjadi di Indonesia memiliki rentetan peristiwa yang sangat luas dan kompleks.
Peristiwa Tanjung Priok yang baru-baru ini terjadi adalah suatu tanda bahwa sikap premanisme masih tumbuh subur sampai saat ini. Atas peristiwa tersebut tentu sebagian besar dari masyarakat Indonesia ikut geram mendengarnya. Bahkan mengutuk keras kepada para pelakunya. Tapi apa gunanya kita ikut terlibat mengutuk kegelapan, sebaiknya nyalakan lilin untuk melihat lebih jelas realitas persoalan.
Soal aksi premanisme yang terjadi jangan hanya dipandang sebagai persoalan kejahatan manusianya. Mari lihat kepersoalan lain dengan kacamata lain. Hal ini adalah persoalan hulu dan hilir. Di hulu itu ada soal kelaparan dan kemiskinan yang terjadi luar biasa dan di hilir ini negara absen, aparat penegak hukum entah kemana saja.
Bertindak, seperti menunggu sesuatu yang viral saja di media massa. Itu tanda aparat negara belum mampu mengindentifikasi kriminalitas yang terjadi.
Negara kita presidensil sistemnya, eksekutif menentukan penyelesaian masalah di atas 90%. Oleh karena itu persoalan hulu dan hilir harus diselesaikan oleh pemerintah (eksekutif), baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat.
Jadi jika masyarakat tetap miskin, tetap bodoh, lapangan pekerjaan sulit, penegakan hukum lemah, maka provokasi, emosional, kericuhan, pencurian, pemalakan dan aksi-aksi premanisme lainya akan mudah terjadi. Jangankan Pelabuhan Tanjung Priok, kantor pemerintah, kantor polisi akan bisa dijarah dan dibakar.
Jika aparatur negaranya mudah disogok, lemah, tidak punya keberanian, tidak punya nyali untuk memberantas kejahatan, membela yang bayar dari pada membela yang benar, maka rakyat akan mudah memberontak atau melakukan aksi-aksi kejahatan.
Aksi-aksi premanisme yang terjadi di Tanjung Priok itu menunjukkan kelalaian dari pemerintah setempat maupun pusat. Kenapa penangkapan para preman itu dilakukan setelah ada curhatan dari seorang sopir ke presiden? Jadi jika tidak ada curhatan berarti selama itu pula aksi premanisme itu berjalan, jadi di mana aparat penegak keamanan selama ini? Berarti selama itu pula hal tersebut dibiarkan terjadi.
Sederhana saja teorinya untuk melihat realitas ini, seperti Broken Windows Theory, teori yang diperkenalkan duo kriminolog, James Q Wilson dan George Kelling, sekitar tahun 1982.
Inti teori tersebut mengindikasikan bahwa kejahatan kecil apabila dibiarkan begitu saja akan menyebabkan terjadinya kejahatan lebih besar atau lebih serius. Sehingga dari teori ini muncul satu pertanyaan. Kenapa kota multi etnis seperti New York, pusat metropolitan dunia, tingkat kriminalitasnya rendah? Tingkat kejahatannya terendah per 100.000 penduduk di antara 25 kota di Amerika yang paling padat penduduknya.
Bahkan dilansir dari CNN Indonesia, angka kejadian kriminalitas di New York pada 2018 tercatat yang terendah dalam hampir 70 tahun terakhir. Walaupun sejak awal pandemi angka itu naik lagi, tetapi mereka semakin melebarkan dan memperkuat sistem keamanan. Sehingga keadaan kembali aman.
Lalu, Kenapa Hal Itu Bisa Terjadi?
Jawabnya karena teori Broken Windows itu, satu jendela yang berlubang, karena di lempar orang dengan batu atau sebagainya. Itu diusut dengan tuntas sampai ketemu pelakunya. Sehingga mempersempit terjadinya kejahatan yang lebih besar. Aksi-aksi premanisme yang berbau kriminal pun semakin berkurang untuk terjadi.
Memang perbandingan antara Kota New York dan Jakarta tidaklah apple to apple, dilihat dari porsi sebagai negara maju dan negara berkembang. Tapi soal hukum dan keamanan tetap tidak bisa diabaikan, apapun kondisi suatu negara. Karena yang terjadi di negara kita, jangankan kasus besar, kasus kecil seperti lubang pada jendela saja tidak pernah tuntas, dan seperti dibiarkan begitu saja, ditindak ketika ada curhatan.
Itulah pertunjukan kasus Tanjung Priok itu, banyak penjarahnya, tidak pernah terkontrol dengan baik, jika tidak ada supir yang memberikan informasi kepada presiden, mungkin selama itu hal ini tidak pernah ditangani dengan baik. Hal ini sangat berbahaya sekali.
Mungkin bukan hanya di Tanjung Priok saja, bisa jadi terjadi di pelabuhan-pelabuhan yang lain juga, yang sampai hari ini kita tidak melihat penanganannya.
Fenomena premanisme ini akan mudah sekali terjadi, dan akan terus berkembang pada saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Apalagi pada situasi resensi dan pandemi seperti saat ini. Semakin membuat subur tindakan premanisme dan semakin mendorong terjadinya berbagai kriminalitas.
Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, sementara lapangan perkerjaan terbatas. Maka jalan pintas bagi orang-orang yang disebut 'preman' itu salah satunya melalui pemerasan atau pemalakan. Oleh karena itu persoalan hulu terlebih dahulu harus difokuskan dan persoalan hilir harus diperkuatkan.
Semakin tinggi tingkat kriminalitas suatu tempat, maka hal ini menunjukkan tingginya tingkat kesenjangan sosial yang terjadi dan masih lemahnya aparat penegak keamanan.
Tabik!
====
Penulis Pegawai Swasta dan Penggiat Literasi Kembul.id, berdomisili di Kabupaten Pelalawan, Riau.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]