Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Serapan anggaran Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) menempati peringkat 3 nasional hingga kondisi 15 Juni 2021.
Dilihat dari data Ditjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, yang ditunjukkan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) Sumut, Ismael Parenus Sinaga, Selasa (22/06/2021), tingkat serapan anggaran Pemprov Sumut per kondisi 15 Juni itu, sebesar 38,66%.
Pemprov Sumut berada di bawah Pemprov Lampung yang menempati peringkat 1 nasional, dengan tingkat serapan 43,10% dan Pemprov Gorontalo di peringkat 2 nasional, sebesar 39,66%.
Sedangkan dari sisi realisasi pendapatan, Pemprov Sumut berada pada peringkat 3 nasional sebesar 45,73%. Peringkat 1 nasional ditempati Pemprov Kalimantan Utara 48,17%, disusul Pemprov Gorontalo peringkat 2 nasional sebesar 45,75%.
Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, yang dimintai wartawan, Selasa (22/06/2021), soal Pemprov Sumut peringkat 3 nasional itu, balik bertanya kepada wartawan. "Kok tau kau," tanya Edy bercanda.
Gubernur Edy tampak senang dengan capaian itu. Namun yang pasti, kata Edy, masyarakat di tengah kondisi pandemi covid-19 ini, masyarakat perlu perlu dana segar untuk menggairahkan perekonomian.
Karena itu, ia menekankan harus digenjotnya penyerapan anggaran setiap saat. "Makanya saya keliling ke daerah-daerah itu untuk menyampaikan hal tersebut dengan kondisi kita minus 1,85% pertumbuhan ekonomi, itu di tengah-tengah rakyat itu perlu ada dana segar dari APBD dan APBN," sebut Edy.
Namun meskipun serapan anggaran Pemprov Sumut di peringkat 3 nasional, harusnya tingkat serapan sudah mencapai di atas 45% untuk kondisi trwulan II tahun 2021.
"Sehingga pekerjaan-pekerjaan yang bersifat bangunan punya space waktu untuk pengecekan. Karena dia lewat dari bulan 12, dia sudah penalti itu," jelasnya.
Kemudian, perlu ada koreksi untuk perbaikan dalam pelaksanaan progran pembangunan. Sehingga tidak menjadi temuan BPK. Sebab ada penalti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) andaikan pekerjaan dalam program pembangunan tidak sesuai dengan nilai dari harga.