Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Belum diprosesnya 2 nama penting yang tercatut dalam persidangan perkara korupsi beraroma suap (gratifikasi) Rp 750 juta terkait lelang jabatan di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Sumut (Kemenagsu), mendapatkan sorotan pedas dari Direktur LBH Medan, Ismail Lubis.
Dua nama itu masing-masing, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut Khairul Mahalli yang namanya disebut melakukan lobi-lobi ke aparat di lingkungan Kejati Sumut agar dugaan kasus suapnya tidak ditindaklanjuti yang belum berhasil dihadirkan JPU di persidangan sebagai saksi.
Satu lagi nama Nurkholidah Lubis selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Medan yang di persidangan disebutkan sebagai inisiator sekaligus perantara suap (gratifikasi), masih dijadikan sebagai saksi.
"Wah, seharusnya sedari awal pihak kejaksaan memproses semua pihak yang diduga terlibat. Mereka pasti tahu lah Pasal 55 atau 56 KUHPidana. Makanya kita menduga ada 'permainan' dalam pengusutan kasus dimaksud sehingga ada pihak-pihak yang belum diproses hukum," kata Ismail Lubis, Rabu (7/7/2021) sore.
Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) itu, tanpa didesak pun idealnya penyidik pada Kejati Sumut menindaklanjuti fakta hukum yang terungkap dalam persidangan yang terbuka untuk umum tersebut.
"LBH Medan mendesak keseriusan pihak Kejati sumut agar segera memproses siapa pun yang patut diduga guna mengeleminir kesan di publik seolah ada tebang pilih dalam pengusutan kasus dugaan suap di Kemenag Sumut," tegasnya.
Bila hal itu tidak ditindaklanjuti, semangat penyelenggaraan pemerintahan bersih dan bebas dari praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sebagaimana diamanatkan pada Ketetapan (Tap) MPR Nomor 11 Tahun 1998 dan Tap MPR No 8 Tahun 2001, bisa mandek.
"Kemudian melihat fakta hukum begitu terang benderang dalam persidangan itu seharusnya proses penyidikan kasusnya bisa diarahkan kepada kedua nama dimaksud. Kita pantau teruslah bagaimana perkembangan penanganan kasusnya," pungkas Ismail.
Terpisah, Nurkholidah Lubis juga menjawab konfirmasi wartawan via sambungan WhatsApp (WA).
"Apa katanya (keterangan Zainal Arifin sebagai saksi atas terdakwa mantan Kakanwil Kemenag Sumut Iwan Zulhami)? Oo.. Itu kan ranah persidangan, Pak. Saya nggak berani berkomentar. Iya. No comment," jawabnya singkat.
Berbeda dengan reaksi yang diberikan Khairul Mahalli. Pengusaha terkenal asal Medan yang juga Ketua Kadin Sumut itu juga disebut di persidangan namun terkesan bungkam.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan," sebut salah satu operator sambungan seluler beberapa kali saat dihubungi lewat ponsel.
Demikian juga ketika diminta tanggapannya lewat pesan teks WA, tampak ceklis dua, namun tidak ada balasan.
Diketahui, fakta hukum terungkap di Pengadilan Tipikor Medan, mantan Plt Kakan Kemenag Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Zainal Arifin sebagai saksi atas terdakwa mantan Kakanwil Kemenagsu Zulhami menguraikan, Nurkholidah Lubis merupakan inisiator agar dia menduduki jabatan Kakan secara definitif.
Nurkholidah juga yang menemaninya ke rumah mantan Kakanwil Kemenag Sumut Iwan Zulhami di Jalan Gaharu Kelurahan Kebun Lada, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai, Mei 2019 lalu. Ketika hendak pulang, Nurkholidah memberikan isyarat 7 jari yakni Rp700 juta 'cost' agar dirinya menduduki jabatan Kakan Kemenag Madina.
Secara bertahap terdakwa Zainal Arifin memberikan uang kontan maupun transferan dana lewat rekening bank ke Nurkholidah Lubis maupun rekening atas nama suaminya, Zulkifli Batubara. Total dana yang digelontorkannya bukan cuma Rp700 juta tapi menjadi Rp750 juta.
Fakta terbilang mencengangkan juga terungkap ketika Nurkholidah dihadirkan sebagai saksi, beberapa pekan lalu. Dia diperkenalkan mantan Kakanwil dengan pria bernama Khairul Mahalli.
"Kabarnya orang itu Ketua Kadin. Dia (Khairul Mahalli) katanya dekat dengan orang-orang di Kejati dan bisa mengurus supaya masalah ini tidak lanjut. Patunganlah kami dari beberapa kepala sekolah. Terkumpullah Rp150 juta. Biar kasusnya di Kejati nggak lanjut Pak," urainya.
Sementara usai sidang pembacaan vonis terdakwa Zainal Arifin, Kamis (1/7/2021) pekan lalu, JPU Polim Siregar mengatakan, sudah melakukan pemanggilan secara patut kepada Khairul Mahalli agar hadir di persidangan sebagai saksi.
"Kabarnya kena Covid-19 dia (Khairul Mahalli). Tapi surat sakitnya belum ada kami pegang. Makanya mau kami kejar juga suratnya, benar asli atau tidak," ujarnya.
Ketika ditanya tentang desakan kedua PH terdakwa penerima dan pemberi uang suap lelang jabatan di Kanwil Kemenag Sumut, Polim menimpali bahwa hal itu telah dilaporkan ke pimpinannya.
"Kalau kubilang kasus Nurkholidah akan segera ditindaklanjuti nanti kalian tagih pula komentarku. Kita tunggulah bagaimana sikap pimpinan," pungkasnya sembari tersenyum kecil.
Terdakwa Zainal Arifin dalam persidangan tidak biasa alias terbilang supercepat akhirnya dinyatakan terbukti bersalah dan diganjar pidana 2 tahun penjara dan denda denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Zainal sebelumnya dituntut 3 tahun penjara dan denda serta dengan ancaman subsidair yang sama.
Sedangkan 'nasib' terdakwa mantan Kakanwil Kemenag Sumut Iwan Zulhami akan diputuskan majelis hakim yang sama, 2 pekan mendatang.