Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pengurus Parsadaan Pomparan Raja Nai Ambaton Indonesia ( PARNA) memprotes keras Bupati Samosir, Vandiko Gultom yang meresmikan situs/prasasti Parhutaan
Tuan Sori Mangaradja di Sijambur Mulatoppa Pusukbuhit , Samosir pada 5 Juli 2021. Status Vandiko sebagai pihak yang meresmikan juga disoroti PARNA, apakah sebagai bupati, pribadi atau keturunan Tuan Sori Mangaradja.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PARNA, Cornel Simbolon kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (24/7/2021).
Menurut mantan Wakil KSAD ini, ada 11 orang yang ikut menandatangi peresmian situs Parhutaan Tuan Sori Mangaradja tersebut, termasuk Vandiko Gultom. Apakah masing masing sebagai pribadi atau dalam jabatannya. Kalau sebagai pribadi, mewakili keturunan Tuan Sori Mangaraja yang mana. Karena ada di antara penandatangan berasal dari keturunan Lontung, ada yang bukan orang Batak.
"Ada inatta soripada/perempuan. Garis keturunan masyarakat Batak, yang membawa/meneruskan marga adalah laki-laki ( latrilineal). Kami keturunan Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton menghormati masing masing pribadi," ujar Cornel.
Ia juga mempertanyakan apa hubungan Polres, Koramil, Pastor, Dirut BODT, Komisi III DPR RI/MPR RI dengan keturunan Tuan Sori Mangaraja.
"Kami keturunan Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton sangat menghormati para pejabat tersebut. Namun jangan diikutkan dalam penandatanganan prasasti. Apabila terjadi kekeliruan seperti sekarang ini, menutup peluang kami/masyarakat untuk meminta perbaikan, atau para pejabat tersebut ikut membenarkan kekeliruan ini," papar Cornel.
Menurut Cornel, dalam peresmian prasasti Tuan Sori Mangaraja, maka yang berhak menandatangani adalah Bupati Kabupaten Samosir selaku kepala daerah, ditambah bersama sama dengan keturunan Tuan Sori Mangaraja, Batak.
Namun, proses kegiatannya mengabaikan adat istiadat yang hidup di masyarakat Batak. Tidak mengedukasi, malah mengaburkan adat Batak, membelokkan silsilah Tuan Sori Mangaraja.
"Vandiko T Gultom harusnya tulis jabatan selaku Bupati Samosir, jangan nama saja, melekat jabatan dan tempatkan paling bawah. Kalau nama saja , dia kan Gultom, bukan popparan (keturunan) Tuan Sori Mangaraja. Kalau hanya nama, dia kan anak muda, belum berkeluarga. Di habatahon, naposo dang hot dope di jabuna. Dang maruma tangga dope (Di masyarakat Batak, anak muda belum kuat rumahnya. Belum berumah tangga), "papar Cornel.
Cornel juga menyoroti keberadaan politikus Demokrat Hinca Panjaitan, yang namanya ikut sebagai salah satu penandatangan peresmian situs
"Nama Hinca Panjaitan ditulis disertai dengan jabatan sebagai anggota Komisi III DPR RI/MPR RI. Apa hubungannya prasasti atau silsilah/taromboh Tuan Sori Mangaraja dengan Komisi III?" tanya politikus senior Partai Demokrat ini.
BACA JUGA: PARNA Protes Keras Bupati Samosir, Minta Batalkan Situs Parhutaan Tuan Sori Mangaradja
Sebelumnya, pengurus PARNA Indonesia memprotes keras Bupati Samosir, Vandiko Gultom yang meresmikan prasasti Parhutaan
Tuan Sori Mangaradja di Sijambur Mulatoppa Pusukbuhit , Samosir. Protes secara resmi disampaikan lewat surat no 01/7-2021/PP/PPI Jakarta tertanggal 23 Juli 2021 yang diteken Ketua Umum Cornel Simbolon dan Sekretaris Umum Martuama Saragih.
Ada sejumlah alasan mengapa PARNA keberatan dengan keberadaan Situs Parhutaan Tuan Sori Mangaradja yang diresmikan pada 5 Juli 2021 tersebut. Di antaranya soal penulisan silsilah/tarombo di situs tersebut, di mana disebutkan Tuan Sori Mangaraja mempunyai 2 isteri dan 8 anak. Menurut PARNA hal itu tidak benar. Menurut Cornel Simbolon, Tuan Sori Mangaraja mempunyai 3 isteri dan 3 anak. Penulisan nama Tuan Sorba Dijulu dan Nai Ambaton dalam situs tersebut adalah 2 orang yang berbeda. Padahal menurut PARNA, dua nama tersebut adalah orang yang sama.
"Penulisan silsilah yang salah dalam situs telah menimbulkan polemik besar di tengah tengah masyarakat, khususnya kami keturunan Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton, yang bisa menimbulkan konflik antar marga keturunan Tuan Sori Mangaraja," kata Conel.
Cornel menjelaskan, seharusnya penentuan lokasi situs berdasarkan hasil musyawarah (martonggo raja) antar keturunan Tuan Sori Mangaraja, didukung oleh kajian/penelitian dari lembaga budaya yang sah.
"Dalam peresmian situs Tuan Sori Mangaraja, kami keturunan Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton tidak diberitahu, tidak diajak bicara dan tidak diundang. Padahal silsilah dan nama ompung/nenek kami dicantumkan dan penulisannya salah. Hal ini kami anggap sebagai pelecehan dan tidak menghargai kami keturunan Tuan Sorba Dijulu/Nai Ambaton. Juga bertentangan dengan prinsip dasar dalihan natolu, dengan kata lain mengabaikan adat Batak," tandas mantan Wakil KSAD ini.
Karena itu, PARNA dengan tegas meminta kepada Bupati Samosir, untuk :