Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi A dan B DPRD Sumatera Utara (Sumut) mendesak agar penyaluran BBM bersubdisi kepada nelayan tradisional tepat sasaran. Penegasan itu disampaikan merespons keluhan sejumlah nelayan tradisional di Sumut yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dalam rapat dengar pendapat di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa (21/9/2021). Turut hadir dalam rapat itu, Ombudsman RI, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta perwakilan Pertamina.
"Kami minta pemerintah memperhatikan nelayan tradisional yang saat ini semakin susah hidupnya akibat pandemi. Nelayan tradisional sangat berharap bisa mengakses BBM bersubsidi sehingga mereka bisa melaut. Mohon dipastikan BBM bersubsidi itu tepat sasaran dan jangan ada kelompok-kelompok yang mempermainkan," kata Ketua Komisi A Hendro Susanto.
Sebelumnya Ketua KNTI Kota Tanjung Balai, Imam Azhari mengatakan, kesulitan nelayan dalam mengakses BBM bersubsidi itu didapatkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan pihaknya.
"Harga BBM bersubsidi ditetapkan pemerintah dengan harga Rp 5.150 untuk solar per liter. Di lapangan, kebanyakan nelayan mengakses BBM bersubsidi di angka Rp 6.500. Ini bukan kita yang bicara, tapi hasil survei, ini aspirasi nelayan langsung. Angka ini cukup tinggi marginnya. Cukup tinggi angka yang diambil oknum tertentu," kata Imam.
Dengan begitu, kata Imam, nelayan semakin merasakan kesulitan. Ditambah, hampir semua nelayan yang tidak memiliki pekerjaan sampingan, hingga jika saat cuaca buruk, sudah dipastikan para nelayan tidak melaut.
Ada nelayan yang dapatkan harga seperti di Tanjung Balai Rp 7.000, kalau BBM langka, bisa capai Rp 8.000-Rp 10.000. Ini cukup tinggi jika dibandingkan harga dari pemerintah, ucapnya.
"Dari survei ada total kebutuhan 67.341 liter untuk nelayan. Pembahasan penting untuk kouta, karena kelangkaan BBM bersubsidi salah satunya minimnya kuota. Kami mohon dibentuk titik baru agar bisa diakses. Bahkan, di Kabupaten Batubara, nelayan sering mengakses BBM lewat eceran," kata Imam.
Dari survei itu juga, didapati rata-rata pendidikan nelayan di Sumut tamatan SD. Dengan kondisi ini katanya, sudah tentu tidak mengetahui perkembangan. "Dari hasil survei nelayan kita tak mengetahui berhak atas BBM bersubsidi. Setelah survei baru mereka memahami. Bahkan nelayan Batubara tidak pernah mengakses BBM bersubsidi. Begitu juga daerah lain," ucapnya.
Selain itu, alasan lain nelayan tidak pernah membeli BBM bersubsidi adalah tidak punya surat rekomendasi pembelian. Jadi harus ada surat rekomendasi dari Dinas Kelautan Perikanan. Jadi syaratnya harus punya rekomendasi, kartu Kusuka, dan lainnya. Ia berharap, masalah ini segera dirumuskan agar semua persyaratan itu dipangkas dan nelayan bisa mengakses BBM bersubsidi.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut, Mulyadi Simatupang mengatakan, kuota untuk BBM bersubsidi telah ditentukan oleh BPH migas.
"Terkait subsidi BBM, kuotanya itu kita ada surat dari BPH Migas, kami telah menindaklanjuti ini, ke kabupaten/kota untuk menerbitkan rekomendasi. Ada pedomannya dalam penentuan kuota itu sudah ada dari BPH migas. Selama ini, kami minta tiap bulan agar dilaporkan ke provinsi, sebagai bentuk pengawasan kami. Kami tidak akan lepas tanggungjawab," kata Mulyadi
Pihak Pertamina yang diwakili Deni mengatakan, BPH migas menentukan kouta berdasarkan pengajuan yang disampaikan nelayan. Kemudian BPH migas juga akan melakukan evaluasi dan meninjau mengenai permohonan kuota tersebut.
Tim Advokasi Fitra Sumut, Irvan Hasibuan meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut menampung anggaran BBM bersubsidi bagi nelayan. Seperti Pemprov Jawa Tengah, anggaran BBM bersubsidi bisa diambil Pemprov Sumut. Fitra Sumut berharap anggaran DKP provinsi Sumut ditingkatkan, selama ini anggaran DKP provinsi hanya 0,5% dari total APBD Sumut, ungkap Irvan. Selain itu, Fitra Sumut juga menuntut pembenahan data nelayan kecil.
"Data tersebut harus kongkrit berapa data nelayan kecil yang punya kapal 5 GT ke bawah. Nah tentunya ini menjadi PR bagi DKP memvalidasi datanya," ujarnya.
Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Hadian yang memimpin rapat meminta PT Pertamina untuk tidak hanya bekerja sesuai kuota. Menurutnya, pemerintah tak bisa lepas tangan begitu saja
"Jalur distribusi dari Pertamina ke nelayan seperti apa. BBM bersubsidi ini untuk 0-30 Gt. Kuota ini untuk siapa, apakah keseluruhan atau hanya untuk 10 gt ke atas. Saya minta Dinas Kelautan dan Perikanan serta Pertamina memberikan data jumlah nelayan di bawah 5 gt di Sumatera Utara. Pertemuan selanjutnya akan dilanjutkan paling cepat 1 bulan ke depan. Dengan catatan data nelayan kecil yang memiliki kapasitas 5 GT ke bawah sudah bisa diupdate DKP Sumatera Utara. Dari situ kita bisa menentukan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan," ujarnya.