Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Perempuan menjadi kelompok yang rentang terjerat pinjaman online, kata Dosen Sosiologi FISIPOL UGM, Wahyu Kustiningsih, S.Sos., M.A. Kenapa ya?
"Karena di masa normal saja perempuan sudah rentan. Apalagi ditambah pandemi semakin menambah beban perempuan," jelas Wahyu dalam laman UGM yang ditulis Minggu (10/10/2021).
Wahyu menjelaskan, saat pandemi tidak sedikit perempuan terutama ibu rumah tangga yang harus menerima kenyataan suaminya bekerja di sektor informal menurun pendapatannya. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat.
Perempuan dalam rumah tangga tidak hanya mengurus domestik tetapi juga harus mendampingi anak sekolah dan beberapa di antaranya juga banyak yang bekerja.
"Kalau suami pendapatannya menurut akibat pandemi dan ada yang kena PHK, sementara kebutuhan tidak menurun tetapi terus naik," ungkap Wahyu.
Hal inilah yang mendasari mengapa perempuan, terutama yang tinggal di pedesaan menjadi korban pinjol. Karena mereka mau tidak mau mengambil jalan pintas melalui pinjol yang memberikan pinjaman dengan syarat yang mudah dan prosesnya cepat dibandingkan dengan bank yang perlu proses lama.
"Dalam kondisi keterdesakan ekonomi, masyarakat lebih memilih jalan pintas untuk menyambung hidup," tambahnya.
Ketika sudah terjerat pinjaman online (pinjol), nantinya akan muncul stigma dari masyarakat. Beberapa stigma yang kerap kali muncul adalah anggapan bahwa perempuan tidak mampu mengelola keuangan dengan baik dan dianggap terlalu konsumtif hingga tukang utang.
Wahyu juga menjelaskan, adanya warga yang terjerat pinjol ini menunjukkan sistem sosial di masyarakat yang tidak bekerja. Korban merasa sendiri dan buntu di tengah desakan ekonomi, tetapi tidak memberikan dukungan karena ia menekankan perlunya memperkuat supporting system dalam lingkungan.
Untuk mengatasi hal ini, tentu diperlukan dukungan atau bantuan dalam mencari solusi. Bantuan ini harusnya datang dari tetangga ataupun warga sekitar yang membantu.
"Masyarakat dapat menginisiasi gerakan bersama menghadapi kritis saat pandemi termasuk soal ekonomi. Misalnya seperti pinjol dengan membangun kelompok-kelompok usaha kecil. Jika ini tidak dilakukan maka akan banyak yang tertekan sehingga solidaritas sosial sangat penting," imbuhnya.
Wahyu juga menyebut perempuan rentan menjadi korban tindak kriminalitas, apalagi di era teknologi saat ini. Karena hingga saat ini masih ada gap penguasaan teknologi antara laki-laki dan perempuan.
Literasi digital sangat diperlukan untuk menekan risiko pinjol. Edukasi terkait dampak pinjol perlu diperkuat untuk menekan risiko munculnya korban-korban pinjol lain.
Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan pinjol. Karena mayoritas pinjol saat ini bersifat ilegal atau tidak terdaftar dan tidak berizin Otoritas Jasa Keuangan. Dan penegak hukum juga diharapkan bisa merespons dengan cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.(dte)