Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Labura. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Labuhanbatu Utara (PMD Labura) merespons polemik tentang perangkat desa yang menyambi sebagai honorer di sekolah. Sebelumnya, ada pihak yang menuding salah seorang sekretaris desa (sekdes) di kabupaten itu bersatus rangkap tiga jabatan dikarenakan mengajar di salah satu SD Negeri dan sekolah swasta.
Informasi dihimpun, Sekdes) tersebut mengajar di salah satu SD Negeri dan berstatus bukan PNS, bukan honorer Pemerintah Kabupaten Labura, dan bukan guru bersertifikat pendidik (sertifikasi). Oknum Sekdes itu juga diketahui mengajar di sekolah swasta dan disebut-sebut mengajar pada hari Sabtu.
Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD Kabupaten Labura, M Amril Hisyam, kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (28/10/2021), mengatakan, oknum Sekdes yang menyambi sebagai honorer tersebut tidak melanggar Undang-undang.
"Lah, kalau di poin angka 9 itu kan, itu tidak merangkap jadi anggota BPD, DPRD dst. Jadi, pemahaman sederhana saya, beliau itu tak melanggar UU," kata Amril.
Point angka 9 yang dimaksud yakni Larangan Rangkap Jabatan untuk Perangkat Desa adalah berdasarkan UU Desa No 6 tahun 2014 tentang Desa dan turunannya.
Pada pasal 51 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan Perangkat Desa dilarang:
1. Merugikan kepentingan umum;
2. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu;
3. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya;
4. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu;
5. Melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa;
6. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya;
7. Menjadi pengurus partai politik;
8. Menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang;
9. Merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota Badan Permusyawaratan Desa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan;
10. Ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah;
11. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan
12. Meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Saat ditanya maksud dari kalimat terakhir dari point nomor 9 yang berbunyi "...dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan", Amril mengatakan Sekdes juga tidak terlepas dari kesalahan maupun kekhilafan.
"Iya, tidak berarti juga Pak Sekdes itu terlepas dari semua kekhilafan atau kesalahan dalam mengemban tugasnya sebagai Sekdes. Boleh jadi ada hal-hal berkaitan disiplin waktu yang dilanggarnya," kata Amril.
Amril menambahkan, untuk efektivitas, sebaiknya Kepala Desa dan Sekdes melakukan konsolidasi pelaksanaan tugas-tugas Sekdes. Karena secara mendasar, Sekdes itu di bawah komando dan pengawasan Kepala Desa.
"Dan itu sudah saya sampaikan juga kepada yang bersangkutan, dan Kades, dalam mengikuti perintah Kadis PMD dalam masalah itu," jelas Amril.
Informasi dihimpun, oknum Sekdes tersebut menjabat sebagai Sekretaris Desa setelah Covid-19 melanda dan pembelajaran dengan tidak tatap muka. Sejak awal tahun ajaran 2021/2022 lalu, yang bersangkutan tidak lagi mendapatkan jam mengajar di SD.