Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Greenomics Indonesia mengungkapkan bahwa pidato Presiden Jokowi pada KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow awal November kemarin mengenai laju deforestasi terendah dalam 20 tahun terakhir sesuai dengan data satelit. Laju penurunan deforestasi Indonesia telah diverifikasi oleh tim verifikator internasional.
Sebagai contoh, laju penurunan deforestasi selama 2014-2016 dalam skema Green Climate Fund (GCF), tim verifikator internasional menyimpulkan telah terjadi penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan selama periode tersebut.
"Data satelit juga membuktikan itu," jelas Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Vanda Mutia Dewi dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Kamis (4/11/2021).
Penurunan deforestasi selama 2016-2017, ia melanjutkan, tim verifikator internasional juga menyimpulkan bahwa telah terjadi laju penurunan deforestasi Indonesia selama periode tersebut. Laju penurunan deforestasi tersebut belum pernah terjadi di era pemerintahan sebelumnya.
"Kesimpulan ini berdasarkan data satelit dan hasil verifikator internasional, bukan opini. Data satelit tidak bisa diajak berbohong," tegas Vanda.
Laju penurunan deforestasi terendah selama dua dekade terakhir di Indonesia juga diapresiasi oleh Utusan Khusus Iklim Presiden AS, John Kerry melalui penayangan rekaman video resminya pada acara Festival Iklim yang diselenggarakan oleh KLHK (18/10/2021).
Mantan Menlu AS itu memuji kepemimpinan Presiden Jokowi dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bahwa deforestasi antara 2019 dan 2020 merupakan deforestasi terendah dalam 20 tahun terakhir.
Greenomics juga menjelaskan bahwa data satelit yang diterbitkan oleh Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) Uni Eropa dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk melihat penurunan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia, yang menjadi bagian dari pidato Presiden Jokowi di COP26.
Tahun 2020 lalu, dengan menggunakan data satelit CAMS, Amerika dan Australia merupakan bagian dari negara-negara dengan luas karhutla terbesar di dunia. Mereka berada dalam daftar negara-negara peng-emisi terbesar dari karhutla.
"Indonesia tidak termasuk dalam daftar tersebut," ungkap Vanda.
Sedangkan pada 2021 ini, data CAMS menyebutkan Amerika, Kanada, sebagian negara-negara Eropa dan Rusia adalah penyumbang emisi global karhutla terbesar. Kali ini, Indonesia pun tidak berada dalam daftar itu.
"Sepanjang 2020 - 2021, di Indonesia juga tidak terjadi bencana asap yang substansial. Wajar, CAMS tidak memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara-negara penyumbang karhutla terbesar di dunia selama 2020-2021," jelas Vanda.(dtc)