Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dua ibu rumah tangga (IRT), M dan H melaporkan oknum penyidik Subdit-1/Kamneg Unit 5 Ditreskrimum Polda Sumut ke Divisi Propam Mabes Polri. Keduanya membuat pengaduan terkait penetapan tersangka suami mereka, yakni J dan HM dalam kasus surat kepemilikan tanah berupa ruko di Medan, yang diduga tidak sesuai prosedur hukum dan cenderung sarat tekanan.
"Kami mendatangi Mabes Polri untuk meminta perlindungan hukum terhadap penanganan perkara oleh penyidik Subdit-1/Kamneg Unit 5 Ditreskrimum Polda Sumut. Karena suami kami dizalimi dengan ditetapkan tersangka dan ditahan kurang lebih 30 hari," ujar M dan H, di Medan, Kamis (4/11/2021) sore.
Kedua IRT itu meminta tidak disebut identitas lengkap untuk menjaga kenyamanan dan keamanan, mengingat kasus yang mendera sang suami diduga sarat rekayasa hukum. Menurut penuturan istri tersangka, kasus yang menjerat kedua suami mereka bermula ketika terjadi pembelian sebidang tanah ruko di Kecamatan Medan Barat.
Tidak berselang lama setelah pembelian itu, kedua suami mereka mengajukan status kepemilikan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan. Ternyata, di atas tanah tersebut terdapat Hak Guna Bangunan (HGB) atas kepemilikan pihak lain.
"Jadi sudah sempat juga dulu berembuk dengan orang BPN. Sudah dimediasi tetap tidak ada solusi. Orang BPN mengatakan lanjutkan ke pengadilan," ujar M seraya mengatakan karena tidak ada solusi, akhirnya kasus itu proses di pengadilan melalui gugatan perdata.
Hasil dari putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) Nomor: 3654 K/Pdt/2020, tanggal 17 Desember 2020 dimenenangkan oleh pihak pemohon, yakni J dan HM.
"Setelah keluar putusan MA, ada tuduhan surat palsu dibuat lah laporan ke polisi, bahwa Surat Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor: 005/266/2019, tanggal 18 Februari 2019, perihal penjelasan tentang SK No.529/HP/RBrt/1970/1 Juni 1970 ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atas kepemilikan tanah yang ditujukan kepada kedua suami kami itu dikatakan palsu. Jadi yang laporkan suami kami itu pihak lawan yang kami bersengketa masalah kepemilikan ruko," jelasnya.
Tidak hanya itu, setelah ditetapkan tersangka dan ditahan, pihak keluarga melalui kuasa hukum mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan, namun tidak diberikan oleh penyidik.
"Dua kali kami mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan tapi ditolak," jelasnya.
Lebih anehnya, lanjut M, di saat J dan HM disibukkan karena pemeriksaan oleh penyidik, terjadi pemasangan plang yang bertuliskan ‘dilarang masuk dalam penyidikan’ di tempat objek tanah yang mereka menangkan di MA.
"Jadi pada saat suami kami itu diperiksa, masang plang lah mereka di ruko itu, di objek. Tulisan di plang, dilarang masuk dalam penyidikan. Sedangkan kami rasa, hubungan pidana dengan perdata kan beda, sedangkan yang dilaporkan dengan polisi itu kan masalah ke surat, kenapa mereka memasang plang dilarang masuk," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, selama J dan HM ditahan, oknum penyidik melakukan pemanggilan sebanyak 3 kali. Yang inti dari pemanggian itu adalah untuk menyatakan perdamaian. Jika tidak, kasus yang menimpanya akan dilanjutkan ke pengadilan.
"Jadi kami pihak keluarga merasa terzalimi lah. Masa kita lagi ditahan diintimidasi. Dipaksa kita untuk berdamai. Isi dari perdamaiannya tiga pilihan, pertama kita yang beli objek tersebut. Kedua, atau pihak lawan yang beli ke kita. Opsi pilihan ketiga, buat perjanjian, objek itu tulisan dijual, setelah dijual bagi dua," ungkapnya.
Atas dugaan kriminalisasi yang dialami kedua suami mereka, pihak keluarga berharap mendapatkan keadilan dengan adanya laporan propam tersebut.
"Jadi harapannya kami minta kepada bapak Kapolri agar memeriksa melalui Kadiv Propam dan meluruskan yang terjadi di penyidikan ke Polda Sumut," katanya.
Selain itu, pihak keluarga juga meminta kasus yang menimpa suaminya dapat dibuka guna membuka kebenaran dan fakta yang sebenarnya terjadi.
"Harapan kami ya pembebasan suami kami karena menurut kami tidak bersalah sekalian pembersihan nama baik," tandasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi via WhatsApp, terkait dugaan kriminalisasi dari oknum penyidik tersebut, mengaku belum monitor perihal kasus tersebut. "Saya belum monitor, Saya cek dulu ya ke Krimum," jawab Kombes Hadi.