Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Rantauprapat. Melonjaknya harga kelapa sawit menjadi berkah bagi masyarakat Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut). Kenaikan yang terus terjadi selama hampir 1,5 tahun ini, mendorong masyarakat menginvestasikan uangnya dengan membeli perhiasan emas dan menabung. Kondisi ini pun menjadi berkah bagi bank karena jumlah dana dari pihak ketiga meningkat dan pedagang emas ramai pembeli.
Hingga pekan pertama November 2021 ini, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawitdi tingkat petani Labuhanbatu antara Rp 2400-2700/kg. Harga ini sedikit berbeda dengan harga di pabrik yang telah mencapai Rp 3000-an/kg.
"Tertinggi masih Rp 2.700. Harga tergantung lokasi, terutama kondisi jalannya," kata Ketua Asosiasi Petani Swadaya Kelapa Sawit Labuhanbatu, Sahrianto, Jumat (4/11/2021).
Sahrianto mengatakan, berdasarkan catatannya kenaikan harga TBS mulai terjadi sejak Juni 2020. Dari awalnya seharga Rp 1.200-an per kg, hingga kini telah melebihi dua kali lipat dari harga sebelumnya.
Kondisi positif ini tentu sangat menguntungkan petani. Karena itu meski harga pupuk ikut melonjak signifikan, secara umum petani sawit masih dapat menyisihkan labanya.
"Harga pupuk juga naik, misalnya urea dari 240 (Rp 240 Ribu/sak isi 50 kg) ke 360. NPK dari 260 ke 400 -an. Mop juga gitu hampir 400-an," kata Sahrianto.
Dengan harga yang terus naik, laba petani sawit tentu ikut naik. Dengan keuntungan yang terus mengalir ini, masyarakat tentu memikirkan cara menempatkan dananya.
Masing-masing tentu memiliki cara yang berbeda. Ada yang hanya sekedar menyimpan di Bank, namun banyak juga yang memilih menginvestasikan uangnya.
Dari hasil pengamatan di lapangan, salah satu cara yang paling diminati masyarakat adalah mengalihkan uangnya ke dalam bentuk perhiasan emas. Minat ini termasuk dipengaruhi oleh harga emas yang sedang turun.
Seorang pedagang emas di Pasar Glugur Rantauprapat, Hari mengatakan penjualannya memang terus mengalami kenaikan sejak harga sawit naik. Namun kenaikan drastis baru terjadi sejak sebulan terakhir.
"Sejak sawit naik, jumlah penjualan emas memang terus naik. Tapi gak terasa, pelan dia naiknya. Baru sebulan terakhir ini lah yang terasa ramai," kata Hari.
Dalam sebulan terakhir, Hari mengaku omsetnya bisa mencapai Rp 30 Juta/hari. Dengan rasio 3:1, dimana 3 merupakan pembeli dan 1 konsumen yang menjual emasnya.
Pedagang lainnya Iqbal, juga menyampaikan hal senada. Dia mengatakan penjualan emas di tokonya mencapai 70 gram per hari, dengan rasio 7:1.
"Lagipula harga emas kan turun. Sekarang london itu (jenis emas dengan kadar tinggi) semayam (3,3 gram) kami jual Rp 2,85 Juta. Berarti enggak sampai Rp 900 ribu per gramnya. Sebelumnya lebih 1 jutaan," kata Iqbal.
Berbeda dengan emas, sektor otomotif ternyata tidak terlalu terpengaruh dengan harga sawit. Sales Marketing PT Indako, (Dealer sepeda motor Honda) Khairil Hasibuan mengatakan meski sawit naik, jumlah penjualan sepeda motor di tempatnya masih stagnan.
"Masih tetap, masih 1000-an perbulan. Mungkin karena harga sepeda motor juga naik bang," katanya.
Sementara di sektor perbankan, kenaikan harga sawit ikut berperan dalam mendorong meningkatnya aktivitas perbankan. Pimpinan BRI Cabang Rantauprapat, Ucok Rajab Pohan mengatakan peningkatan tak hanya menyasar sektor penghimpunan dana pihak ketiga (tabungan dan sejenisnya) namun terjadi juga pada penjualan produk perbankan lainnya, seperti penyaluran kredit.
"Justru malah mereka menambah investasinya di sawit. Banyak yang berkeinginan seperti itu (membeli kebun sawit). Dari yang saya rasakan itu, dengan baiknya harga sawit, mereka sharing dana sendiri, sisa kebutuhannya minjam ke bank," kata Ucok.
Sementara Area Head Manager Bank Mandiri Rantauprapat, Ahmad Jefri Ardianto menyampaikan hal yang sedikit berbeda. Secara umum, Jefri memang mengakui kenaikan harga sawit ikut mendorong peningkatan ekuitas perbankan di tempatnya. Peningkatan terjadi pada jumlah simpanan masyarakat, dan juga pada penjualan produk perbankan.
Namun secara spesifik, Jefri mengatakan penyaluran dana pihak ketiga di tempatnya lebih cenderung kepada kepentingan sebagai modal kerja. Bukan digunakan untuk investasi dalam bentuk kebun sawit.
"Secara umum untuk itu kita memang mesti melihat datanya. Secara pribadi menurut saya ini bukan situasi yang tepat untuk membeli kebun sawit, karena harganya naik. Ditempat kami itu tidak terjadi sih sebenarnya," kata Jefri.
Secara umum Ucok dan Jefri sepakat, kenaikan harga sawit ikut mendorong semakin bergeliatnya aktivitas perbankan di Labuhanbatu.
Dari data milik Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Labuhanbatu, pada 2020, perkebunan swadaya kelapa sawit memiliki andil terhadap kualitas hidup 20% masyarakat. Dengan total penduduk sekitar 400 ribu jiwa (100 ribu-an KK), 22 ribu KK diantaranya merupakan pemilik perkebunan swadaya kelapa sawit.
Di mana luas total kebun swadaya kelapa sawit tersebut, adalah 38,6 ribu hektar. Dengan hasil CPO sebesar 115 ribu ton per tahunnya.