Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Demokrat Sumatra Utara (DPD KNPD Sumut), organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu, mengecam penetapan status tersangka kepada Valencya, korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal ini dapat menjadi preseden buruk dalam penanganan kasus kekerasan yang dialami perempuan.
Suryani meminta agar hakim dapat membebaskan Valencya dari segala tuntutan serta meminta Kapolri, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, untuk memeriksa aparat dari masing-masing institusi itu yang melakukan penyidikan serta pemeriksaan berkas terhadap kasus tersebut.
Suryani Paskah Naiborhu menceritakan kasus yang dialami Valencya (45 tahun), warga yang tinggal di Karawang, Jawa Barat (Jabar). "Valencya melaporkan suaminya, CYC alias Mr Chan, ke Polres Karawang atas tuduhan penelantaran istri dan anak. Valencya menyebutkan bahwa suaminya sering mabuk-mabukan hingga tidak pulang ke rumah dalam jangka waktu yang lama serta tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang kepala rumah tangga," ujar Suryani Paskah Naiborhu dalam keterangannya, Senin (15/11/2021).
Tak terima atas laporan tersebut, sang suami, CYC, juga membuat laporan ke PPA Polda Jabar dengan tuduhan bahwa sang istri, Valencya, telah melakukan pengusiran terhadap dirinya dan melakukan perbuatan yang membuat CYC mengalami tekanan psikis. Pihak kepolisian kemudian menetapkan keduanya sebagai tersangka berdasarkan laporan masing-masing. Terkait Valencya, Pihak Kejaksaan Negeri Karawang menyatakan bahwa berkas laporan lengkap (P-21) untuk tersangka Valencya dan selanjutnya dibawa ke sidang Pengadilan Negeri (PN) Karawang. Dalam persidangan ini, Valencya duduk sebagai terdakwa dengan tuntutan jaksa 1 tahun penjara karena dianggap terbukti melanggar Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Suryani Paskah Naiborhu mengecam proses awal penetapan Valencya sebagai tersangka oleh penyidik kepolisian di PPA Polda Jabar dan penetapan berkas lengkap P-21 oleh Kejaksaan Negeri Jarawang . "Bagaimana mungkin seorang ibu yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atas sikap suaminya yang melakukan penelantaran kepada keluarganya, justru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik PPA Polda Habar dan berkasnya di P21 oleh Kejaksaan Negeri Karawang dan menjadi terdakwa dalam persidangan? Ini merupakan suatu hal yang tidak baik dalam proses penegakan hukum di negeri ini," tuturnya.
Suryani Paskah Naiborhu yang juga Pembina Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Kota Medan ini mengatakan bahwa pada dasarnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga itu dibuat dan ditujukan untuk melindungi kaum perempuan, bukan malah sebaliknya dijadikan sebagai alat untuk mentersangkakan kaum perempuan .
"Kita memahami bahwa pihak kepolisian tidak bisa menolak untuk menyidik setiap laporan dari pihak-pihak yang berperkara. Namun sudah seharusnya penyidik kepolisian terlebih dahulu memeriksa setiap laporan yang masuk secara cermat, teliti, obyektif dan dilihat Mens Rea nya sehingga tidak gampang memberikan status tersangka terhadap seseorang, yang sebetulnya dia adalah korban, di mana dalam kasus ini Valencya adalah korban KDRT," ujarnya.
Suryani Paskah Naiborhu mengingatkan munculnya penetapan tersangka oleh pihak kepolisian kepada seorang pedagang wanita di Kota Medan yang menjadi korban pemukulan seorang preman. Kasus ini membuat Polda Sumut turun tangan dan melakukan gelar perkara. Hasilnya, Polda Sumut mencopot Kapolsek Percut Sei Tuan, Kanit Reskrim, dan penyidik setempat dari jabatannya karena dinilai ada pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka kepada pedagang perempuan tersebut.
"Saya melihat bahwa Valencya merupakan korban KDRT dan sudah seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Sebagai seorang istri dan ibu dari 2 orang anak, wajar jika Valencya marah kepada sang suami yang hobi mabuk-mabukan dan tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Sehingga dengan demikian, penyidik di PPA Polda Jabar dapat menolak laporan yang dibuat sang suami," jelasnya.
Suryani Paskah Naiborhu juga menyayangkan langkah Kejaksaan Negeri Karawang yang menerima berkas laporan tersebut, menyatakan berkas itu sudah lengkap dan selanjutnya membawa kasus ini ke pengadilan dan mendudukkan Valencya sebagai terdakwa. "Kejaksaan tidak cermat dalam memeriksa kasus tersebut. Kejaksaan tidak melihat latar belakang kenapa Valencya melaporkan suaminya. Terlihat bahwa jaksa setempat hanya memeriksa kelengkapan berkas tanpa melihatnya secara utuh," tuturnya.
Suryani Paskah Naiborhu menilai bahwa Mabes Polri dan Kejaksaan Agung perlu menurunkan tim khusus untuk memeriksa ulang kasus tersebut. Pemeriksaan dilakukan untuk melihat sejauhmana profesionalitas dari para penyidik kepolisian setempat dan juga jaksa setempat dalam menangani kasus yang menimpa Valencya tersebut agar tidak muncul kasus seperti ini lagi di negara Indonesia
"Bagi kita masyarakat umum tentu aneh dan ganjil ketika ada korban KDRT malah menjadi terdakwa di persidangan pengadilan. Ini dapat menjadi preseden buruk dalam penanganan kasus-kasus KDRT dan kekerasan yang dialami perempuan. Negara kita sendiri sampai khusus membuat sebuah kementerian yang mengurusi kaum perempuan yang bertujuan melindungi kaum perempuan .
Kejadian terhadap Valencya ini bisa saja akan membuat kaum perempuan takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada kepolisian karena bisa saja dia menjadi tersangka atau terdakwa atau bahkan menjadi terpidana. Akhirnya dia hanya bersikap pasrah dan menerima kekerasan yang menimpanya," tuturnya.
Karena itu, Suryani Paskah Naiborhu mendorong Mabes Polri dan Kejaksaan Agung untuk menurunkan tim serta memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan kasus ini. Apabila terbukti ada yang lalai dalam menjalankan prosedur pemeriksaan, berikan tindakan tegas kepada pelanggar tersebut. Dan Suryani Paskah Naiborhu juga meminta majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Karawang yang menyidangkan kasus ini untuk membebaskan Valencya dari segala tuntutan.