Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL mendesak Presiden Jokowi segera menutup perusahaan pulp ini. Gerakan Gerak Tutup TPL ini dilakukan dengan aksi berjalan kaki menuju Jakarta.
Aliansi ini sekurangnya terdiri dari 40 orang masyarakat adat Tano Batak dari Kabupaten Toba, Simalungun, Humbang Hasundutan dan Tapanuli Utara, korban dari PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Selain itu sejumlah organisasi masyarakat sipil di Provinsi Sumatra Utara dan nasional juga bergabung dalam aliansi ini.
"Kedatangan kami untuk menyampaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT. TPL sekian puluh tahun kepada kementerian/lembaga terkait dan menuntut Presiden Jokowi segera mencabut izin dan menutup PT TPL seperti aspirasi dan tuntutan yang telah kami sampaikan sebelumnya," kata Sinung Karto dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam siaran persnya, Rabu (17/11/2021).
Di tengah masih belum berakhirnya pandemi corona dan pembatasan sosial yang masih berlangsung di berbagai wilayah, kami terpaksa melakukan perjalanan panjang Medan-Jakarta ini. Sebab, kami melihat tidak ada komitmen dan keseriusan dari Presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik yang tengah kami hadapi selama puluhan tahun.
"Tampaknya, aksi jalan kaki yang telah kami lakukan bulan Agustus yang lalu belum mampu menggugah hati orang nomor satu di negara ini tersebut untuk segera mencabut izin dan menutup PT TPL seperti aspirasi yang telah kami sampaikan langsung ke Presiden di Istana Negara, kata Sinung.
"Kami warga Tano Batak, sebagai bagian dari warga Negara Indonesia sangat kecewa terhadap sikap Presiden Jokowi merespon tuntutan kami. Padahal, saat kami ke Jakarta pada Bulan Agustus lalu, Presiden berjanji akan menyelesaikan permasalahan ini dalam waktu sebulan. Namun nyatanya hingga saat ini tidak tindak lanjut yang konkrit yang kami lihat di lapangan. Sebaliknya, yang terjadi tindakan intimidasi dan teror yang terus dilakukan oleh PT. TPL terhadap kami, warga Tano Batak, korban dari keberadaan dan operasi perusahaan tersebut," ujarnya.
Dijelaskan dalam siaran pers itu, areal konsesi TPL merambah beberapa jenis kawasan hutan yang menurut kami sebenarnya hal tersebut tidak dibenarkan secara hukum. Seperti area konsesi di dalam kawasan Hutan Lindung (HL) seluas 11.582,22 hektare, di dalam Kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) 122.368,91 hektare, di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) 12.017,43 hektare, di dalam Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) 1,9 hektare, dan di dalam Areal Penggunaan Lain (APL) 21.917,59 hektare. Dari 188.055 hektare konsesi TPL, setidaknya 28% (52.668,66 hektar) adalah ilegal karena berada di atas HL, HPK, dan APL.
Sebagaimana yang dipelajari melalui UU Kehutanan sebelum terbitnya UUCK, terangnya, bahwa TPL sesungguhnya memiliki 141.537 hektare area konsesi illegal karena berada di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK), dan Area Penggunaan Lain (APL).
"Namun, yang sungguh membuat kami kecewa, pasca disahkannya UUCK, pelanggaran berat oleh TPL ini justru lolos secara hukum. Sebab, dalam UUCK telah mengubah aturan dimana Hutan Produksi Terbatas (HPT) digabungkan dengan Hutan Produksi Tetap (HP). Dengan kata lain, luas TPL menjadi bertambah secara legal. Padahal, hukuman atas tindakan ilegal sebelumnya belum dijatuhkan pemerintah," ujarnya.
Oleh karenanya, lanjutnya, UUCK secara otomatis mengesahkan pelanggaran atas konsesi ilegal TPL. "Dan kami sangat yakin sekali tentu ada banyak pelanggaran serupa yang dilakukan korporat di tempat lain yang kini menjadi benar secara hukum. Lebih parahnya, sudah jelas ilegal, TPL juga menebang kayu hutan alam seperti kayu kulim dan kempas dengan diameter lebih dari 30 cm di dalam HPT," sambungnya
Selain itu, sekitar 34.817 hektare konsesi TPL berada di daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) Danau Toba, dimana terdapat 55 sungai besar dan 3.039 anak sungai yang menjadi pemasok air untuk Danau Toba. "Danau yang selama berabad-abad menjadi tumpuan kami hidup untuk anak cucu kami," ujarnya.
Adapun tuntutan Gerak Tutup TPL adalah sebagai berikut:
1. Menutup PT Toba Pulp Lestari, karena sejak berdirinya korporasi ini tidak memberikan manfaat baik untuk Negara terlebih untuk rakyat sekitar area konsesi TPL. Pasalnya, TPL selalu melakukan pemangkiran pajak dengan melakukan pemalsuan pendapatan, seolah-olah mereka mengalami kerugian terus menerus.
2. Kami tidak menerima bentuk lobby atau negosiasi apapun terkait kasus ini, sebab hidup kami sudah susah, kami hanya ingin mengambil kembali hak hidup dasar yang telah terenggut.
3. Pemerintah atau pemilik perusahaan berhenti memanfaatkan Polisi dan Tentara untuk dijadikan alat alat kekerasan sehingga menciptakan citra buruk kedua institusi tersebut di mata masyarakat. Polisi dan Tentara seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan musuh rakyat.
4. Sudah saatnya pemerintah banting stir dalam model pembangunan yang terus merusak dan merugikan rakyat. Ini saatnya memikirkan nasib Indonesia ke arah yang lebih baik, bukan ke arah kehancuran.
5. Pejabat negara (nasional dan daerah) sudah saatnya stop menggali kekayaan sebanyak-banyaknya tanpa ada rasa puas dengan mengorbankan rakyat dan alam, sebab akan ada masanya segala kerusakan yang diciptakan oleh sikap yang tidak amanah akan dirasakan oleh semua umat manusia.