Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Dairi. Pemangku Hak Ulayat (PHU) bersama OKP dan LSM serta KNPI di Kecamatan Silima Pungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara mempertanyakan eksistensi Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK) soal isu 1.500 KTP warga menolak perusahaan tambang PT Dairi Prima Mineral DPM). KTP tersebut dikabarkan diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Akibat beredarnya isu KTP warga sekitar lingkar tambang yang menolak kehadiran PT DPM tersebut, warga mulai resah. Pada Rabu (17/11/2021), pemangku PHU bersama OKP, LSM dan KNPI termasuk tokoh perempuan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Lingkar Tambang pun bertindak.dengan mendatangi kantor Kecamatan Silima Pungga-pungga,
Kedatangan mereka ingin mempertanyakan eksistensi dan legalitas YDPK kepada Camat Silima Pungga-Pungga, Horas Pardede dan Lurah Parongil, Try Sinaga. Pertemuan berlangsung selama satu jam itu, warga dengan tegas menyampaikan keresahan soal penggunaan KTP untuk tujuan penolakan tambang dan investasi.
Mereka juga mendesak pemerintah agar segera memanggil dan mempertanyakan serta bertindak tegas jika benar keberadaan YDPK telah menyalahi aturan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
"Keberadaan YDPK saat ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Setahu kami YDPK adalah sebuah lembaga misi pelayanan gereja. Namun, faktanya berbeda dan mereka kok malah mengurus masalah lingkungan dengan tujuan menolak tambang. Padahal kami, 90 persen warga lingkar tambang sangat mendukung investasi PT DPM," ujar, Syahbin Cibro selaku PHU Marga Cibro.
Disebutkan Syahbin, ia telah mengkonfirmasi isu soal KTP kepada menagement PT DPM, dan pihak perusahaan mengatakan bahwa hal itu benar, tetapi masih perlu ditelisik lagi. Diprediksi masalah yang dihadapi DPM saat ini hingga belum terbitnya persetujuan lingkungan atas adedendum AMDAL adalah masih adanya informasi konflik sosial di masyarakat lingkar tambang.
"Kami menduga YDPK telah menyalahgunakan 1.500 KTP yang menyatakan warga lingkar tambang menolak PT DPM, dan itu disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta, Tujuannya untuk menolak kehadiran PT.DPM agar izin persetujuan lingkungan tidak dikeluarkan," ucap Syahbin.
Dalam pertemuan itu, Lurah Parongil Edy Sinaga mengatakan, dalam catatan administrasi di Kantor Lurah Parongil, bahwa keberadaan domisili YDPK sebagai lembaga belum pernah ada tercatat.
"Saya sudah periksa administrasi, dalam catatan itu tidak ada laporan nama YDPK soal domisilinya. Tapi coba tanyakan dengan lurah terdahulu, Ibu Rajagukguk agar lebih jelas," ucap Edy.
Lurah Parongil periode 2012-2019, Mida Rajagukguk yang saat ini sebagai Kepala Seksi di Kantor Camat Silima Pungga-pungga, mengatakan bahwa keberadaan domisili YDPK tidak ada di catatan administrasi kelurahan.
"Saat saya menjabat lurah, saya mempertanyakan keberadaan orang atau karyawan YDPK. Mereka datang melaporkan diri, namun YDPK sebagai lembaga, belum pernah ada," jelas Mida dan dibenarkan oleh Sekcam, Nurdin Simanjuntak.
Sesuai aturan perundang-undangandijelaskan bahwa setiap orang dan atau organisasi/ lembaga jika berdomisili atau membuka cabang atau kantor di suatu wilayah pemerintahan, maka adalah wajib melapor atas domisilinya untuk dicatatkan.
Horas Pardede dalam keterangan mengatakan, saat ini isu 1.500 KTP menjadi polemik bagi masyarakat lingkar tambang. Setelah dicek dari keterangan warga, mereka tidak pernah merasa menyerahkan KTP ke YDPK.
"Warga pun merasa keberatan dengan adanya 1.500 KTP yang disampaikan YDPK kepada Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK). Di situ dikatakan warga tidak menerima tambang. Sementara mereka ini, satupun tidak pernah merasa menyerahkan KTP ke yayasan itu,” ucap Horas.
“Setahu saya, Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Longkotan sebanyak 1.200 orang, tapi, kok ada pula KTP sebanyak 1.500 orang. Itu yang menjadi tanda-tanya. Kami berharap ini harus terbuka biar fair dan transparan. Jangan ada udang di balik batu. Jika memang isu KTP ini benar, kami minta YDPK membuka dan menyerahkan kepada kita juga," ujarnya.
Ia menambahkan sepengetahuan mereka selama ini YDPK bergerak di bidang keagamaan, itu juga belum pasti karena dokumen catatan domisili mereka belum ada. "Namun, yang kami lihat belakangan ini YDPK bergerak di bidang politik, antara adanya investor dan tidak. itu yang warga pertanyakan," ucapnya.
Ia berjanji akan menindaklanjuti permintaan warga dan akan segera memanggil YDPK untuk berdiskusi untuk mencari solusi terbaik. Kalau pun solusinya tidak bisa diambil di tingkat kecamatan, maka hal ini akan disampaikan ke pimpinan.
"Saya sarankan kepada masyarakat tenang, bersabar dan mengedepankan proses hukum berjalan. Kita surati mereka, jika satu dua kali tidak ada jawaban, kita bisa ke dewan. Tapi kita batasi waktunya kepada mereka. Karena negara kita sebagai negara hukum, maka mari warga, kita semua taati hukum itu sesuai prosedur," ujar Horas.
Sebelumnya, pada Senin (1/11/2021), 60-an perwakilan warga (Pemangku Hak Ulayat, tokoh masyarakat dan tokoh perempuan serta gabungan OKP/LSM) telah membubuhkan tanda tangan di Kantor Camat Silima Pungga-Pungga. Dalam agenda tersebut camat mengirimkan undangan ke YDPK, namum tidak satupun pengurus YDPK hadir.
Berikut 5 poin berkesimpulan dalam berita acara Diskusi Konsolidasi Masyarakat Lingkar Tambang, yaitu;
1. PT DPM Selama ini memiliki komitmen dalam usaha memberdayakan masyarakat lingkar tambang.
2. Mendukung penuh aktivitas pertambangan PT DPM selama yang dilakukan sesuai dengan kaidah pertambangan yang benar.
3. Masyarakat menuntut persetujuan lingkungan PT DPM agar segera dikeluarkan, sehingga perusahaan bisa beroperasi dan banyak membuat peluang kerja serta usaha bagi masyarakat lingkar tambang.
4. Menuntut agar pemerintah daerah bertindak tegas terhadap oknum oknum kelompok dan lembaga yang mengatasnamakan masyarakat lingkar tambang.
5. Suara penolakan tambang PT DPM banyak berasal dari lembaga dan kelompok di luar masyarakat lingkar tambang. Hal tersebut sangat merugikan masyarakat dan pantas untuk diabaikan bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan.