Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Dua mantan honor daerah (horda), Saruli Sihombing (33) dan Khoirotun Nisaiyah (37) didampingi kuasa hukumnya, Alfredy Sitohang SH MH membuat laporan pengaduan ke Bidang Propam Polda Sumut. Mereka melaporkan Kasat Reskrim Polres Labuhan Batu, AKP Parakesi beserta jajarannya karena menghentikan kasus (SP3) dugaan gratifikasi yang diduga melibatkan Kepala Puskesmas Kuala Bangka, Kecamatan Kuala Hilir, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Hj HN.
Laporan tersebut dibuat pada 5 November 2021 dengan bukti Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STPL/101/XI/2021/Propam. Kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (21/11/2021) siang, kasus dugaan gratifikasi itu berawal ketika Saruli dan Khoirotun diberhentikan sebagai bidan di Puskesmas Kuala Bangka secara sepihak tanpa adanya surat peringatan (SP) I sampai SP III pada pertengahan April 2021.
Namun anehnya, menurut keduanya lagi, surat pemberhentian kerja itu belum ada diterima mereka sampai saat ini.
"Setelah tahu saya dipecat, saya ke dinas (Kesehatan) dan ketemu dengan bu Irma. Ibu itu menunjukkan selembar surat bahwa nama saya maupun teman saya (Khoirotun) telah digantikan dengan anggota TKS (Tenaga Kerja Sukarelawan), Naomi Sianipar yang satu kerjaan dengan saya," ujar Saruli yang sudah mulai bekerja mulai 2012 tersebut.
Menurut Saruli, Naomi menggantikannya sebagai horda setelah membayar uang Rp 35 juta. Bahkan, jelas Saruli, Naomi sendiri mengakui telah membayar uang Rp 35 juta tersebut.
"Uang Rp 25 juta, dia (Naomi) transfer sama anak ibu kapus (berinisial PAT) pada 25 Januari 2021. Dua minggu kemudian, yang Rp 10 juta lagi dia langsung berikan ke ibu Kapus. Dia mengakui melalui chat. Ada juga rekaman pengakuan dia dan bahkan bukti transfer serta rekening koran," jelas Saruli.
Mengetahui adanya dugaan gratifikasi itu, Saruli dan Khoirotun melapor ke kuasa hukumnya. Ditanya apa alasan mereka dipecat, Saruli menjawab bahwa dirinya dan Khoirotun tidak loyal dan tidak memilih bupati pilihan kapus.
"Alasannya seperti itu. Bahkan setiap keluar SK perpanjangan kerja setiap tahun, saya harus membayar Rp 500 ribu kepada kapus," cetus Saruli.
Sedangkan Khoirotun yang bekerja mulai 2011 hingga April 2021, berharap agar masalah ini diselesaikan secara baik-baik.
"Kenapa kami diberhentikan tanpa sebab. Karena kami bekerja tidak ada kesalahan. Apalagi tidak ada SP satu sampai SP tiga," harapnya.
Sementara itu, kuasa hukum keduanya, Alfredy Sitohang SH MH mengaku sudah mengklarifikasi soal pemecatan kliennya kepada kapus.
"Memang pemberhentian itu tidak ada diawali SP satu sampai SP tiga. Kata (kapus)-nya enggak solid. Karena saat itu ada pemilihan kepala daerah. Jadi lari persoalan ini, kenapa hubungan politik. Saya tunggu satu pekan untuk menyelesaikan masalah ini, tapi tidak ada respons. Makanya tiga kali saya layangkan somasi," ucap Sitohang.
Setelah somasi ketiga, Sitohang membuat pengaduan masyarakat (dumas) ke Polres Labuhanbatu. Pengaduan itu berupa kasus dugaan gratifikasi dan pungli yang melibatkan Kapuskesmas Kuala Bangka, Hj HN. Namun, saat pemeriksaan di kepolisian, kapuskesmas tidak mengakui menerima uang tersebut.
"Saya bilang silahkan saja dia tidak mengakui tapi saya minta dikonfrontir. Lucunya, dumasnya masuk Juni 2021, sampai detik ini baru sekali SP2HP. Tapi, pemeriksaan orang tua Naomi dan pihak bank atau SP2HP lanjutan, tidak ada pemberitahuan kepada saya. Yang diberitahukan kepada saya hanya gelar perkara," jelas Sitohang.
Hasil gelar perkara yakni keluarnya Surat Pemberitahun Penghentian Penyelidikan (SP3) dengan Nomor: S.Tap/77b/X/RES.3.3./2021/Reskrim. SP3 ini diberitahukan kepada Alfredy Sitohang dan kliennya.
"Gelar perkara ini diberitahukan pihak Polres Labuhanbatu setelah saya menyurati Kapolri. Karena tidak ada pertemuan atau hasil di polres, akhirnya saya membuat laporan pengaduan ke Propam Polda Sumut. Sangat disayangkan memang, karena alat bukti ada, saksi ada dan bukti pendukung ada, kenapa kasus ini di-SP3. Kami sudah punya dua alat bukti, tapi mereka (Polres Labuhanbatu) seenaknya mengeluarkan SP3," terang Alfredy Sitohang.
Dengan adanya laporan ke Propam itu, Alfredy Sitohang berharap agar pejabat Sat Reskrim Polres Labuhanbatu tidak hanya dicopot, tapi dipecat. Namun, apabila tidak ada putusan sesuai keinginannya di Propam, ia mengaku akan berangkat ke Jakarta untuk memohon dan menghadap Kapolri.
"Karena Presiden lagi gencar-gencar berantas pungli. Kita juga meminta agar Ditkrimsus Polda Sumut meninjau dan membuka kembali kasus dugaan gratifikasi Kapuskesmas tersebut," ucap Sitohang didampingi Jon Efendi Purba SH MH dan Marthin Anugerah Halawa SH.
Terpisah, Kanit Idik III Sat Reskrim Polres Labuhanbatu, Ipda Sofyan SH saat dikonfirmasi ke nomor pribadinya, menyebutkan bahwa SP3 itu keluar setelah pihaknya melakukan gelar perkara di Polda Sumut.
"(SP3) itu hasil gelar di Polda ya, jadi dasarnya hasil gelar di Polda Sumut," sebutnya saat dikonfirmasi, Minggu sore.