Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Selama pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, perkembangan tingkat pergerakan harga (inflasi) di Sumatra Utara (Sumut) relatif terjaga dan cenderung di bawah sasaran inflasi nasional. Terlihat, komponen inti inflasi relatif lebih rendah dibandingkan kondisi normal pada tahun-tahun sebelum terjadinya pandemi, disamping komponen volatile food yang relatif terjaga.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut yang juga Wakil Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Sumut, Soekowardojo, mengatakan, kondisi ini memerlukan peran aktif Pemerintah untuk melakukan program-program yang dapat mendorong daya beli masyarakat di tengah berbagai keterbatasan mobilitas dan aktivitas ekonomi, khususnya melalui percepatan realisasi belanja.
"Karena data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, realisasi belanja Sumut baru mencapai 70,87 % per 19 Nov 2021," kata Soeko, sapaan akrab Soekowardojo, Rabu (1/12/2021).
Secara umum, kata Soeko, kelompok bahan makanan masih terus menjadi faktor pendorong utama fluktuasi inflasi/deflasi di Sumut. Khususnya komoditas cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, minyak goreng, dan bawang merah. Penguatan strategi 4K oleh TPID menjadi faktor penting untuk menjaga ketersediaan pasokan dalam jumlah yang optimal sepanjang waktu demi menjaga stabilitas harga bahan pangan.
Perluasan kerjasama antar daerah (KAD) dan pemanfaatan teknologi pertanian menjadi suatu alternatif pilihan, selain penguatan sinergi dan kelembagaan dengan turut menggandeng pihak swasta untuk turut terlibat dalam upaya stabilisasi harga pangan. Seperti pelaksanaan pasar murah bersama produsen yang saat ini sedang berlangsung di beberapa kabupaten/kota di Sumut sebagai upaya stabilisasi minyak goreng.
"Secara tahunan inflasi Sumut terkini tercatat lebih rendah dari rerata tiga tahun terakhir sebesar 2,09%. Andil inflasi bahan makanan terpantau relatif stabil dan masih dalam rentang sasaran nasional. Penurunan tekanan inflasi didorong oleh penurunan yang terjadi pada komoditas cabai merah, emas perhiasan, dan bawang merah," katanya.
Di sisi lain, tingginya harga minyak goreng menjadi faktor penahan penurunan laju inflasi lebih dalam. Tren kenaikan CPO global yang masih berlanjut menjadi pemicu utama kenaikan harga minyak goreng. Meski demikian, secara umum tingkat inflasi Sumut pada 2021 diperkirakan masih berada pada rentang sasaran nasional dengan potensi bias bawah.
Berdasarkan data PIHPS, harga komoditas pangan strategis di Sumut terpantau relatif stabil. Adapun fluktuasi harga yang terjadi masih dalam batas kewajaran, kecuali untuk minyak goreng yang hingga hari ini masih menunjukan tren kenaikan secara konsisten, dipicu oleh tren kenaikan CPO global yang masih terus berlanjut.
"TPID harus segera melakukan sinergi dan koordinasi untuk meredam tingginya harga minyak goreng. Salah satunya dengan berkolaborasi bersama produsen utama minyak goreng sebagaimana arah kebijakan dan rekomendasi nasional yang telah dilakukan TPID Provinsi. Kegiatan serupa dapat diperluas TPID kabupaten/kota se-Sumut khususnya sebagai persiapan menyambut Natal dan Tahun Baru 2022," katanya.
Belum kuatnya permintaan di berbagai wilayah menyebabkan realisasi inflasi terkini masih relatif rendah. Termasuk di Sumut dan mayoritas daerah secara nasional terjaga di batas bawah target inflasi nasional. Natal dan Tahun Baru 2022 diharapkan menjadi momentum untuk mendorong daya beli masyarakat dan pencapaian inflasi pada sasaran nasional.
"Memperkuat produksi pangan antar waktu dan antar daerah menyadi salah satu solusi alternatif untuk mendukung pengendalian inflasi yang disebabkan oleh fluktuasi komponen volatile food. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain penguatan ekosistem usaha Pertanian dan optimalisasi penggunaan sistem informasi," kata Soeko.