Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com. Berbagai aksi dan kegiatan yang berisikan penolakan terhadap kehadiran investasi di Dairi, khususnya di sektor pertambangan telah berlangsung sejak lama, termasuk apa yang dialami oleh PT Dairi Prima Mineral (PT DPM). Salah satu lembaga yang selama ini gencar menyuarakan penolakannya terhadap PT DPM adalah Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK).
Hal yang berbeda disuarakan Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang (Almas Lintang), yang justru mendukung keberadaan PT DPM. Bahkan, Alsmas Lintang dengan aksinya baru-baru ini menggeruduk kantor YDPK dan menuntut agar lembaga swadaya masyarakat (LSM) tersebut agar angkat kaki dari Dairi.
Koordinator Almas Lintang yang juga sebagai Pemangku Hak Ulayat (PHU) Marga Cibro, Sahbin Cibro kepada medanbisnisdaily.com Jumat (3/12/2021), mengatakan, tuntutan itu dilatarbelakangi karena aksi povokasi yang selama ini dilakukan YDPK dan LSM lainnya untuk menolak tambang PT DPM dengan mengatasnamakan masyarakat lingkar tambang.
Sementara, faktanya, mayoritas masyarakat mendukung keberadaan PT DPM karena mereka telah merasakan manfaat. Masyarakat juga menyadari bahwa informasi yang selama ini disampaikan oleh YDPK adalah tidak benar.
BACA JUGA: Masyarakat Tolak Tambang Dairi Prima Mineral Gelar Doa Syukur Hasil Pertanian Melimpah
YDPK dan LSM lainnya juga dinilai hanya mengelabui masyarakat. Dimana, masyarakat diprovokasi untuk menolak investasi, namun di sisi lain YDPK selama ini diduga telah menerima donasi dari para donaturnya yang berasal dari luar negeri.
"Selama ini saya juga bertanya-tanya mengapa lembaga nonprofit seperti YDPK bisa melakukan berbagai aktivitas dan program bahkan memberikan gaji kepada anggotanya," ucapnya.
Dari keterangan beberapa mantan kader lembaga tersebut yang pernah diajaknya diskusi, diduga YDPK memang setiap tahunnya mendapat anggaran dana yang jumlahnya cukup fantastis dari lembaga di Jerman.
Daya tahan gerakan tolak tambang yang dibangun oleh YDPK dan para jaringannya selama ini tentu memerlukan dana dan logistik yang tidak sedikit, sehingga kondisi ini tentu menimbulkan banyak spekulasi dan jelas merugikan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang.
“Patut diduga gerakan mereka memang tidak murni mengadvokasi masyarakat. Dikhawatirkan masyarakat hanya dijadikan alat untuk pengajuan proposal mereka kepada para donaturnya.” ujar Sahbin
Masyarakat lingkar tambang menyampaikan bahwa perlu ada langkah tegas dari pemerintah dalam menyikapi persoalan ini, agar tidak menimbulkan dampak berkepanjangan.
Juga mengundang Duta Besar Jerman untuk Indonesia datang ke Parongil, mereka meminta agar Pemerintahan Jerman lebih memperketat pengawasan terhadap penyaluran dana-dana bantuan yang selama ini mereka kucurkan.
“Ini adalah soal keadilan ekonomi bagi masyarakat Dairi. Kami minta pemerintah untuk tegas soal ini dan memboikot para LSM tersebut. Kami juga akan mengundang secara terbuka Duta Besar Jerman agar hadir ke Parongil, melihat langsung bagaimana kondisi masyarakat yang menjadi korban dari aktivitas LSM yang diduga selama ini mereka danai,” pungkas Sahbin.
Direktur YDPK Sarah Naibaho saat dihubungi melalui Whatshapp dan selulernya untuk diminta tanggapannya terkait tudingan tersebut belum memberikan jawaban.