Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berharap guru yang memperkosa 12 santri di Bandung dihukum maksimal. Kemen PPPA menilai hakim bisa menerapkan hukum kebiri kepada pelaku.
"Dalam kasus ini, jika terbukti, kami berharap hakim dapat menerapkan hukuman maksimal sesuai UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang perlindungan anak," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar kepada wartawan, Rabu (8/12/2021).
Nahar kemudian menyinggung penerapan hukum kebiri terhadap pelaku. Nahar menyebut aturan hukum kebiri telah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.
"Dapat dikenakan (kebiri, red) jika memenuhi unsur pasal 81 Perppu 1 tahun 2016 yang ditetapkan (jadi) UU 17 tahun 2016 tersebut antara lain pelaku yang masuk orang yang harusnya melindungi tetapi melakukan persetubuhan (pendidik/tenaga pendidik/pengasuh anak), korbannya lebih dari 1 orang, kasus ini diduga korbannya lebih dari 15 orang," jelas Nahar.
Nahar berharap hakim yang mengadili kasus ini dapat menerapkan kasus pasal ini. Sehingga pelaku bisa dihukum maksimal.
"Dari aturannya hakim dapat menerapkan hukuman sesuai UU 17 tahun 2016 tersebut," katanya.
Nahar mengatakan pihaknya prihatin dengan kasus pemerkosaan ini. Dia menyebut PPPA Jabar dan Kota Bandung telah memberikan pendampingan dan rehabilitasi kepada korban.
"Kami prihatin dengan kejadian ini. Kami sudah berkoordinasi dengan Pemda Kota Bandung dan Provinsi Jabar. Upaya rehabilitasi dan pendampingan psikologis terhadap para korban. (Korban) dalam pendamping Dinas P3A Provinsi dan Kota," katanya.
Berikut bunyi pasal 81 UU Nomor 17 tahun 2016:
Pasal 81
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah I 13 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10
(sepuluh) tahun dan paling lama 2O (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
(9) Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.(dtc)