Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Rantauprapat. Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu mendapatkan total anggaran 545 juta dalam APBD Perubahan Labuhanbatu 2022. Anggaran tersebut terbagi untuk Kajari Rp 324 juta dan kantor Kejari Rp 221 juta.
Dilihat dari situs LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah), Jumat (17/12/2021), anggaran tersebut dibuat di pos anggaran Sekretariat Daerah Labuhanbatu. Dialokasikan untuk 5 jenis pengadaan, dimana tiga untuk Kajari Labuhanbatu dan dua untuk kantor Kejari Labuhanbatu.
"Nama Paket Belanja Mebeulair yang Diserahkan Kepada Rumah Jabatan Kajari. Nilai pagu : Rp 200 Juta. Metode pemilihan penyedia : Pengadaan Langsung. Sumber dana : APBDP. Kode RUP : 30146268. Waktu pemilihan : Oktober 2021," demikian tertulis di situs LKPP, salah satu pengadaan yang dimanfaatkan Kajari Labuhanbatu.
Sementara dua lainnya ialah belanja peralatan untuk rumah dinas Kajari senilai Rp 60 Juta, dan belanja kenderaan roda dua untuk diserahkan kepada Kajari senilai Rp 64,5 Juta.
Sedangkan anggaran untuk kantor Kejari ialah pemasangan neon box senilai Rp 90,3 Juta dan belanja peralatan kantor senilai Rp 130, 9 juta.
Alokasi APBD kepada penegak hukum ini dinilai tidak etis oleh sebagian elemen masyarakat. Misalnya Lentera Rakyat, sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang fokus pada isu-isu sosial, yang menilai hal tersebut merupakan bentuk gratifikasi.
"Kejaksaan kan punya anggaran tersendiri, tapi mengapa masih diberikan oleh APBD. Selain itu, praktek ini juga nyata-nyata telah melanggar sumpah jabatan. Ini tentu tidak boleh," kata Direktur Lentera Rakyat, Nelson Manalu, Jumat (26/13/2021).
Nelson mengataka, hal-hal seperti ini selalu diabaikan dan dianggap wajar oleh penyelenggara negara. Padahal ini menurutnya merupakan bentuk penyelewengan, baik dari pemberi (Pemkab) ataupun penerima (Kejaksaan).
"Itukan uang rakyat, seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kenyamanan pejabat," sebut Nelson.
BACA JUGA: Hak Jawab Kepala Kejaksaan Negeri Labuhanbatu
Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada para Kejari Labuhanbatu, Jefri Penanging Makapedua. Namun Jefri tidak bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan.
Begitu juga Sekretaris Daerah Labuhanbatu, Muhammad Yusuf Siagian, menolak menjawab konfirmasi yang dilakukan. Termasuk Kabag Keuangan, Rizal Sali juga memilih diam saat ditanyakan.
Kasus Rumah Dinas
Dari pengamatan medanbisnisdailycom, kasus mangkraknya rehabilitasi rumah dinas Bupati Labuhanbatu senilai Rp 5,3 miliar, hingga kini belum juga terdengar diusut oleh Kejaksaan Negeri Labuhanbatu. Proyek ini dikerjakan sejak tahun 2019, dimana hingga kini statusnya belum jelas, apakah sudah selesai atau belum.
Padahal sebelumnya Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, Noprianto Sihombing pernah mengatakan akan menyelidiki kasus ini. Namun saat dikonfirmasi kembali mengenai perkembangannya, dia menolak menjawab .
"Tanya ke Kastel (Kepala Seksi Intelijen) saja ya bang," katanya kepada wartawan.
Saat ditanyakan ke Kasi Intel Kejari Labuhanbatu, Firman H Simorangkir, jawaban juga tidak diperoleh. Berkali-kali upaya konfirmasi yang dilakukan selalu diabaikannya. Baik melalui telepon, pesan tertulis maupun saat didatangi ke kantornya.
Sebelumnya pada Jumat (10/9/2021), Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Labuhanbatu, Noprianto Sihombing mengatakan akan menyelidiki kasus ini. Dia mengatakan ada indikasi perbuatan melawan hukum dalam peristiwa ini.
"Kalau kita tinjau dari segi peraturannya, itu tidak boleh. Kalau sudah dibayarkan berarti sudah selesai pekerjaan. Masa, dibayar yang belum selesai," kata Noprianto.
Noprianto mengatakan boleh-boleh saja bangunan itu tidak ditempati setelah selesai direhabilitasi karena itu merupakan keputusan subjektif.
"Cuma kan jadi tanda tanya juga bagi kita kenapa jika sudah selesai, tidak dirawat. Sementara kalau belum selesai, kenapa sudah dibayar lunas. Itu kan perbuatan melawan hukum," katanya.
"Tunggulah, artinya sebelum kita terbitkan sprin-nya (sprindik/surat perintah penyidikan), kita telaah dengan betul, biar nggak mengada-ada," sambungnya.
Berita ini telah dinilai Dewan Pers melanggar Kode Etik Jurnalistik dan telah dikoreksi.