Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Upah minimum provinsi (UMP) yang rata-rata naik 1,09% dianggap tidak rasional di tengah melambungnya harga-harga. Belum lagi di tahun depan ada kenaikan PPN dari 10% menjadi 11%, rencana kenaikan tarif listrik 13 golongan, dan peralihan dari BBM Premium ke Pertalite.
"Jadi menurut saya menjadi tidak rasional kenaikan upah hanya 1% dibandingkan katakanlah dengan kenaikan inflasi yang diperkirakan 3% tahun depan," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada detikcom, Senin (27/12/2021).
Jika tahun depan migrasi pengguna BBM Premium ke Pertalite sebelum akhirnya beralih ke Pertamax menurutnya akan membebani masyarakat. Sebagai perbandingan saat ini harga Premium Rp 6.450, Pertalite Rp 7.650-8.000 per liter, Pertamax Rp 9.000-9.400 per liter.
"Itu akan menambah beban yang cukup tinggi dan itu akan berpengaruh ke semua komoditas bukan hanya makanan dan minuman tapi yang lainnya," sebutnya.
Kenaikan harga-harga tersebut, dibandingkan dengan kenaikan UMP yang terbilang kecil akan menggerus daya beli masyarakat. Ancamannya selanjutnya adalah upaya pengentasan kemiskinan akan berjalan lebih lambat.
"Secara riil kesejahteraan masyarakat akan turun. Ancamannya daya beli rendah," tambahnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyebut inflasi tahun depan diproyeksikan bisa mencapai 5%. Kenaikan UMP rata-rata 1,09% tidak sesuai untuk menghadapi lonjakan inflasi.
"Proyeksi inflasinya saja bisa tembus 5% pada 2022, belum pertumbuhan ekonomi diperkirakan 4,5-5%. Upah yang digunakan untuk membayar kebutuhan pokok tidak sesuai dengan tingginya kenaikan harga barang secara umum," jelasnya.
Belum lagi di akhir tahun ini terjadi lonjakan harga pangan, mulai dari telur hingga cabai. Masyarakat disarankan untuk menekan pengeluaran.
"Bagi masyarakat disarankan untuk lebih banyak berhemat, ikat pinggang jangan boros. Ini berlaku bagi kelas menengah dan bawah, karena kenaikan harga kebutuhan pokok belum tentu di ikuti perbaikan pendapatan," tambahnya.(dtf)