Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menjabarkan refleksi atas kinerja DPR RI selama 2021. Formappi melihat kinerja DPR sepanjang 2021 tidak memuaskan, karena tidak memiliki daya kritis alias tumpul, serta cenderung hanya manut dan menjadi 'stempel' pemerintah.
Formappi melihat penyusunan, pembahasan sampai pengesahan kebijakan atau rancangan undang-undang (RUU) di DPR sepanjang 2021 memang efektif. Namun, efektivitas itu justru memperlihatkan tumpulnya daya kritis DPR.
"Akan tetapi, proses yang efektif sebagaimana tercermin dari gampangnya kebijakan dibahas dan diputuskan DPR, lebih memperlihatkan wajah DPR yang tak berdaya, tumpul, tak punya sikap kritis dan tegas serta 'manut' pada pemerintah," kata Formappi dalam keterangannya berjudul 'Refleksi Akhir Tahun 2021, DPR Makin Menjauh Dari Rakyat', Selasa (28/12/2021).
"Proses yang cepat itu lebih cenderung karena pemerintah 'mengendalikan' DPR. Kendali pemerintah itu dilakukan melalui parpol-parpol koalisi yang selanjutnya menjadi acuan fraksi-fraksi di parlemen," imbuhnya.
Formappi menyebut buruknya keputusan DPR terlihat dari hasilnya. Formappi menjelaskan buruknya kinerja DPR bisa terlihat dari jumlah RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 yang telah disahkan.
"Capaian 8 RUU prioritas dari 37 RUU yang direncanakan dalam daftar prioritas 2021, tak hanya memperlihatkan minimnya hasil kerja DPR, tetapi juga membuktikan ketidakpedulian DPR pada RUU-RUU yang mendesak untuk publik, seperti RUU PDP, RUU TPKS, RUU Penanggulangan Bencana, dan lain-lain," sebut Formappi.
Tumpulnya daya kritis DPR, menurut Formappi, juga terlihat dari pembahasan APBN ataupun pertanggungjawaban APBN. Formappi mengaku tak mendengar rekam jejak Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Formappi menekankan Banggar harus menjadi alat kelengkapan dewan (AKD), yang memastikan anggaran pemerintah digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, serta tidak dikorupsi. Formappi menilai 'diamnya' Banggar menunjukkan tidak berjalannya fungsi pengawasan DPR.
"Padahal, saban tahun, DPR selalu mendapatkan hasil audit keuangan negara oleh BPK, yang di dalamnya sudah tertulis berbagai dugaan penyimpangan yang terjadi di kementerian dan lembaga. Temuan penyimpangan oleh BPK tersebut semestinya mengganggu DPR ketika berhadapan dengan mitra yang diduga melakukan penyimpangan itu," papar Formappi.
"Ketika laporan BPK hanya menjadi tumpukan file yang siap masuk keranjang sampah, maka DPR sesungguhnya tak menganggap penting kerja BPK, sekaligus tak menganggap penting praktik bernegara yang bersih dari korupsi," sambungnya.
Formappi menyebut kinerja buruk DPR pada 2021 diperparah dengan berbagai munculnya keinginan dan permintaan terkait beberapa fasilitas khusus. Misalnya, plat kendaraan khusus, tempat isolasi mandiri di hotel, dan lain-lain.
Selain itu, Formappi menilai pimpinan DPR beberapa kali justru menghambat pengesahan UU, dan bahkan mengabaikan aturan yang mereka buat sendiri.
"Pimpinan DPR, yang sekaligus menjadi pimpinan Bamus, beberapa kali terlihat 'menyandera' agenda pembahasan RUU di paripurna, seperti RUU PDP. Peran pimpinan untuk memfasilitasi pembahasan RUU maupun pelaksanaan fungsi-fungsi DPR lainnya justru menjadi penghambat," sesal Formappi.
"Persetujuan pimpinan untuk mengesahkan Pansus RUU IKN (Ibu Kota Negara) dengan mengabaikan aturan tatib juga adalah bukti kekurangprofesionalan pimpinan menjalankan tugas," lanjutnya.
Dengan semua catatan di atas, Formappi melihat DPR meleset dari apa yang diharapkan. Kekuasaan DPR yang begitu besar menjadi tak berarti ketika hanya diabadikan untuk kepentingan mereka sendiri dan elite di partai politik.(dtc)