Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kazakhstan sedang mengalami kekacauan karena ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan. Pihak berwenang pun memutus akses internet dan telepon seluler secara nasional sebagai upaya meredam kerusuhan.
Hal itu memberikan pukulan telak terhadap aktivitas penambang Bitcoin di negara tersebut yang dikenal terbesar kedua di dunia. Situasi ini membuat harga Bitcoin terhantam.
Dilansir dari CNBC, Jumat (7/1/2022), Bitcoin turun di bawah US$ 43.000 untuk pertama kalinya sejak September dalam perdagangan Kamis (6/1), jatuh lebih dari 8%. Penutupan internet di Kazakhstan membuat sekitar 15% penambang Bitcoin dunia offline.
"Tidak ada internet, jadi tidak ada penambangan," kata penambang dari Kazakhstan, Didar Bekbau.
Kurang dari setahun yang lalu, China mengusir semua penambang cryptocurrency. Banyak dari mereka mencari perlindungan di negara tetangga Kazakhstan.
Setelah berbulan-bulan para migran kripto ini pindah, protes atas lonjakan harga bahan bakar telah mengubah Kazakhstan menjadi kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di negara itu dalam beberapa dekade. Hal ini membuat penambang kripto terjebak.
Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev memerintahkan penyedia telekomunikasi negara itu untuk menutup layanan internet. Meskipun telah dipulihkan, ada dua fakta penting tentang keadaan industri pertambangan Bitcoin.
Pertama, jaringan Bitcoin tangguh sampai tidak berhenti berdetak bahkan ketika sebagian besar penambang tiba-tiba offline. Kedua, Amerika Serikat (AS) akan terjadi gelombang baru penambang kripto karena ingin menghindari gangguan di masa depan.
Pertanyaannya adalah, apakah AS yang melampaui China sebagai pusat penambangan Bitcoin terbesar di dunia pada 2021, mau menerima lebih banyak penambang? Belum tentu.
"Ada sejumlah besar tekanan dan permintaan untuk kapasitas hosting (ruang yang tersedia untuk menyambungkan mesin)," tuturnya.(dtc)