Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Doloksanggul. Kata Mamukka-mukka (memulai) adalah ungkapan yang tak asing lagi bagi petani kemenyan di kawasan Danau Toba. Bisa diartikan, mengawali pekerjaan manige (mengolah getah kemenyan) dengan memberi sesajen agar diberi keberkahan dan panen getah berlimpah.
Mamukka-mukka, merupakan tradisi unik petani kemenyan yang sudah dilakoni sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Membawa itak gurgur, tipa-tipa atau lappet (sejenis makanan khas Batak) untuk dipersembahkan pada Putri Kemenyan, merupakan tradisi yang sering dilakukan.
Menurut cerita yang melegenda, kemenyan itu adalah jelmaan seorang putri yang berobah wujud jadi pohon kemenyan. Berbagai daerah mungkin ungkapan ini berbeda, tetapi arti dan tujuannya tetap sama.
Adalah Jairun Simanullang (59), petani kemenyan dari Desa Matiti, Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatra Utara, saat ditemui medanbisnisdaily.com mengakui ritual itu pernah dilakoninya. Walau pada tahun-tahun belakangan ini tradisi mamukka-mukka kian ditinggalkan (tidak dilakoni) tergerus akibat berkurangnya luasan hutan kemenyan, pembalakan besar-besaran dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.
"Dulu (tahun 90-an), saya sering melakukan ritual mamukka-mukka, membawa itak gurgur, beralaskan daun pisang, tiga bagian dari itaknya ditaruh di dekat batang kemenyan. Berdoa pada Sang Khalik agar getah dari pohon kemenyan mamarung (berlimpah)," cerita Jairun.
Lanjut Jairun, sebelum memulai mangguris (membersihkan batang kemenyan untuk disadap), itak gurgurnya harus dilumuri ke guris (alat menyadap), entah dengan alasan apa, tetapi menurut dia, itu adalah bagian dari tradisinya.
Kemenyan (styrax benzoin) tanaman endemik, tumbuh pada ketinggian 800 - 1500 mdpl, memiliki tinggi hingga mencapai 30 meter, menghasilkan getah kekunigan bernilai ekonomis yang sangat tinggi. Bagi masyarakat kawasan Danau Toba merupakan tanaman yang bermakna sakral.
"Eme (padi), bagot ( nira, enau) dan kemenyan punya cerita yang melegenda, ibaratnya, tanaman na martondi (mempunyai roh), sehingga merawatnya pun harus dengan niat yang tulus. Dia (kemenyan), ibarat perempuan nancantik, harus dirawat agar menghasilkan air susu (getah), coba misalnya perempuan gak didandani, kan jelek," paparnya.
Biasanya, tambah dia, tradisi mamukka-mukka dilakukan petani kemenyan sekali dalam satu tahun.
"Bagusnya pada bulan April, setelah musim gugur daun selesai. Ritual mamukka- mukka kita lakukan dan biasanya hasil sadapan getah kemenyan berlimpah," katanya.
Menurut dia, ritual mamukka-mukka tersebut mengandung makna yang tidak lepas dari falsafah hidup masyarakat Batak. Nilai yang terkandung dalam ritual tersebut menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri petani kemenyan, bahkan merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan.
Rangkaian ritual yang dapat memberikan tuntunan hidup untuk berperilaku serta berinteraksi dengan alam, sehingga keteraturan dan keseimbangan hidup selaras alam tetap dapat dipertahankan.
Jairun menjelaskan, tradisi mamukka-mukka merupakan kearifan lokal, bagian dari budaya yang diwariskan dari nenek moyang dan dikembangkan secara turun temurun.
Menurut Jairun, kalau saja para petani kemenyan mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah dengan membatasi izin penebangan hutan agar kawasan hutan kemenyan tidak habis atau menjadikan tradisi mamukka-mukka ini menjadi acara tahunan, tentu kearifan lokal ini tak akan punah.
"Semoga saja pemerintah melalui dinas parawisata turut ambil bagian untuk pelestarian budaya ini," pungkas Jairun.