Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Batubara. Sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Rukun Sari, mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Batubara, Sumatra Utara. Warga yang didominasi perempuan datang guna menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi 1, terkait sengketa tanah antara Poktan Rukun Sari dengan PT EMHA Perkebunan yang terletak di Kelurahan Perkebunan Sipare-Pare, Kecamatan Sei Suka, Batubara.
"Kami meminta DPRD Batubara untuk segera membentuk Pansus, ini sudah RDP yang ke-2," kata Ketua Poktan Rukun Sari, Ali Efendi saat RDP, di Gedung DPRD Batubara, Lima Puluh, Senin (10/1/2022).
Ia mengatakan, permasalahan itu bermula pada tahun 1966 dimana perusahaan melakukan penggusuran yang memporakporandakan kehidupan petani di Kampung Rukun Sari. Saat itu perusahaan memanfaatkan gejolak politik guna mengambil keuntungan mencaplok tanah garapan petani dalam upaya memperluas areal perkebunannya yang diperkirakan sekitar 60 Ha.
Merujuk dari latar belakang sejarah, data dan keterangan orang tua yang langsung memiliki tanah, bahwa perkebunan yang dikuasai oleh perusahaan saat ini berasal dari perkebunan asing NV HAPM. Selanjutnya, tahun 1942 perkebunan NV HAPM diambil alih oleh penjajah Jepang. Kemudian perkampungan yang berperinggan dengan NV HAPM dijadikan lahan pertanian.
Kemudian tahun 1950 (setelah merdeka), perkebunan diusahai oleh perusahaan asing USRP, namun lahan sekitar 60 Ha yang berada di peringgan yang telah diusahai rakyat tidak terganggu. Lalu setelah perkebunan asing di nasionalisasikan sekitar tahun 1960, tanah perkebunan tersebut dialihkan kepada dua perkebunan swasta yakni sebagian usahai oleh PT EMHA dan sebagian lagi oleh PT MOEIS.
"Kami menuntut dan mendesak perusahaan agar mengembalikan tanah garapan yang kini dijadikan areal perkebunan karet. Sebab, pengambilalihan dari tangan rakyat pada tahun 1966, tidak dilakukan berdasarkan ketentuan hukum," katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2001, pihak perusahaan menggugat perdata Poktan Rukun Sari, namun gugatan itu dimenangkan oleh kelompok tani. Lalu tahun 2002, perusahaan banding ke Pengadilan Negeri Sumatra Utara dan dimenangkan oleh perusahaan. Namun, Poktan Rukun Sari melakukan banding Kasasi ke Mahkamah Agung.
Selanjutnya, tahun 2006 keluar putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Poktan Rukun Sari. Tetapi, surat pemberitahuan tersebut diambil alih oleh pihak ketiga yang mengatasnamakan Poktan Rukun Sari. Akibatnya, kondisi menjadi porak poranda.
"Melalui semangat juang dan pantang menyerah, dibantu oleh lembaga sosial serta berbagai pihak, akhirnya tahun 2019 kami memperoleh dan menerima realese putusan Mahkamah Agung," ujarnya.
Sementara, Komisi 1 DPRD Batubara, melalui Ahmad Fahri Meliala didampingi Syahril Siahaan berjanji akan kembali mengundang PT EMHA untuk hadir pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) mendatang.
"RDP kali ini PT EMHA mengirim surat tidak dapat hadir, sebab permasalahan ini tengah dalam penanganan Polres Batubara. Namun kita akan undang lagi untuk hadir RDP berikutnya. Kalau mereka tidak hadir lagi, kita akan usulkan untuk membentuk Pansus," ucapnya.