Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com. Medan. Komisi A DPRD Sumut menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi A DPRD Samosir, Pemkab Samosir, Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Provinsi Sumatra Utara, dan masyarakat korban mafia tanah, di gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Medan, Rabu (19/1/2022). Rapat membahas soal keberadaan lahan di Parbaba, Kecamatan Pangururan, Samosir yang tak kunjung dibangun untuk Kantor Bupati Samosir. Masyarakat minta lahan tersebut dikembalikan.
Rapat dipimpin Rudy Hermanto (Fraksi PDIP), Subandi (Fraksi Gerindra) dan Megawati Zebua (Fraksi Golkar). Pemkab Samosir diwakili, Asisten I Pemerintah, Mangihut Sinaga, Camat Pangururan, Robintang Naibaho serta Kabag Pemerintahan, Edwin Situmorang, kepala desa dari Desa Siopat Sosor, Desa Lumban Suhi Dolok, dan Parbaba Dolok. Dari kalangan masyarakat hadir Kingkong Sihaloho perwakilan masyarakat dari Desa Siopat Sosor, Jons Arifin Turnip dari masyarakat Desa Lumban Suhi Dolok dan Bonjol Sihaloho juga dari Desa Siopat Sosor.
Hadir juga mantan Pj Bupati Samosir, Wilmar Simanjorang yang menerangkan tentang asal usul keberadaan lahan perkantoran Parbaba, mulai dari penyerahan dari pihak Marga Sihaloho ke pihak pemerintah pada 2004.
Dalam pertemuan itu, masyarakat marga Sihaloho dari Desa Siopat Sosor meminta supaya tanah yang diberikan kepada pemerintah itu dikembalikan. Sebab, sampai saat ini bangunan kantor bupati tidak kunjung dibangun di tanah itu.
"Tanah itu kami berikan kepada pemerintah supaya dibangun kantor Bupati Samosir, bukan hanya perkantoran saja, sehingga jika tidak ditanggapi pemerintah daerah, lebih baik tanah kami itu pulang," kata Kingkong.
Hal yang sama disampaikan Bonjol Sihaloho. Purnawirawan TNI ini menilai, Pemkab Samosir tidak serius memperhatikan keluhan masyarakat Desa Siopat Sosor. Sebab tidak kunjung membangun kantor bupati. Bahkan, batas-batas tanah di kawasan perkantoran Parbaba tidak jelas sampai saat ini dan membuat masyarakat gaduh dan memberikan kesempatan kepada oknum oknum mafia tanah bermain.
Lebih lanjut, dari perwakilan masyarakat dari Desa Siopat Sosor, Jons Arifin Turnip menyampaikan, meski tanahnya tidak berdekatan dengan kawasan perkantoran Parbaba, namun ia juga mengalami penyerobotan lahan yang dilakukan oleh oknum mafia tanah yang bekerja sama dengan 21 orang oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN), dimana 4 hektare tanah miliknya dari total 7 hektare telah bersertifikat atas nama nama orang lain.
"Tanah saya 7 hektare, namun sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN hanya 3 hektare, sementara 4 hektare telah dimiliki oleh oleh orang lain, di antaranya oknum pegawai BPN di Samosir," kata Jons Arifin.
Asisten I Pemkab Samosir, Mangihut Sinaga, mengatakan, pihaknya segera mengusulkan pembangunan kantor bupati di kawasan Parbaba untuk merespon permintaan masyarakat Marga Sihaloho yang menyerahkan lahan tersebut. Untuk itu, mereka akan berkoordinasi dengan BPN guna untuk menentukan batas batas desa, sehingga persoalan di lapangan bisa diselesaikan.
Di akhir RDP, pimpinan rapat Subandi meminta supaya Pemkab Samosir serius membangun kantor bupati di lahan yang diberikan warga, serta segera menuntaskan batas-batas desa.
Terkait dugaan keterlibatan oknum pegawai BPN, Komisi A meminta para korban membuat laporan baru secara detail ke DPRD Sumut. Dewan nantinya akan akan menggelar pertemuan dengan masyarakat, juga melibatkan pihak kepolisian.
"Segera buatkan laporan detailnya, bila perlu pihak kepolisian kita undang," kata Subandi mengakhiri RDP.