Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Fenomena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah masih sering terjadi. Padahal sudah banyak contoh kepala daerah atau pejabat pemerintahan yang dipenjara akibat tersandung kasus korupsi. Hal itu menjadi keprihatinan tersendiri bagi
Ketua DPW NasDem Sumatera Utara (Sumut), Iskandar ST.
Iskandar mengaku prihatin terhadap kepala daerah atau pejabat pemerintah yang terjaring OTT tersebut. Menurut pandangan NasDem, jelas Iskandar, beberapa faktor yang membuat masih banyak kepala daerah di tanah air, khususnya Sumut terjerat kasus korupsi. Salah satunya adalah mahar politik untuk membeli kursi, sebagai syarat pencalonan kepala daerah dalam mengikuti kontestasi di Pilkada. Sebab, mahar politik itulah nantinya akan menjadi beban berat bagi kepala daerah karena nilainya cukup besar. Bahkan merupakan biaya terbesar dari dana yang harus disiapkan calon kepala daerah dalam mengikuti Pilkada.
"Akhirnya, untuk mengembalikan apa yang sudah dikeluarkan dari mahar politik itu. Maka yang bersangkutan berpeluang besar untuk melakukan korupsi setelah menjabat. Sehingga kasus OTT seperti ini akan terus terjadi," kata Iskandar, Kamis (20/1/2022).
Menurut Iskandar, istilah mahar politik ini bukan hal awam lagi. Besaran jumlahnya pun diduga bisa mencapai puluhan miliar.
"Ini (mahar politik) bukan hal awam lagi. Dan sudah banyak orang yang mengaku kepada kita terkait hal itu. Nah, menurut NasDem, salah satu penyebab maraknya OTT kepada kepala daerah adalah mahar politik," ucapnya.
"Tapi harus di garis bawahi. Yang saya sebut ini adalah salah satu penyebabnya, bukan satu-satunya penyebab," sambungnya.
Ketika disinggung apakah Partai NasDem memberlakukan mahar politik kepada calon kepala daerah yang diusung? Dengan tegas Iskandar mengatakan NasDem adalah partai politik tanpa mahar. Untuk itu, Partai NasDem mengharapkan kepada kepala daerah yang diusung dan sekarang sudah menjabat agar tidak terlibat korupsi. Apalagi dia merupakan kader partai.
"Karena mereka diusung tanpa mahar. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk korupsi. Jika masih terlibat, maka akan langsung kita pecat sebagai kader," kata Iskandar dengan tegas.
Melengkapi informasi, dikutip dari berbagai sumber, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan ada 429 kepala daerah hasil Pilkada yang terjerat kasus korupsi. Hal itu menjadi keresahan tersendiri bagi negeri demokrasi ini.