Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kenaikan harga minyak goreng di berbagai wilayah sejalan dengan kenaikan permintaan dan naiknya harga minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Kenaikan tersebut dikarenakan tumbuhnya industri biodiesel, turunnya pajak ekspor di India, dan naiknya permintaan dari luar negeri akibat kenaikan akibat kebutuhan akan bahan bakar.
Posisi CPO sebagai komoditas global juga menyebabkan produsen minyak goreng sulit bersaing dengan pasar ekspor dalam hal mendapatkan bahan baku meskipun produsen minyak goreng masih satu kelompok usaha dengan pelaku usaha eksportir CPO.
"Padahal KPPU melihat kebijakan pemerintah yang ada saat ini belum mendorong adanya pertumbuhan industri minyak goreng dengan banyaknya aturan yang membatasi dan mengurangi persaingan usaha," kata Komisioner KPPU, Ukay Karyadi, Jumat (21/1/2022).
Umay mengatakan, KPPU pernah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah terkait berbagai kebijakan yang mengurangi persaingan usaha di industri pada tahun 2007.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, KPPU menyarankan agar Pemerintah mencabut regulasi yang menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) pelaku usaha baru di industri minyak goreng, termasuk pelaku usaha lokal dan skala menengah kecil. Semakin banyaknya pelaku usaha baru diharapkan akan mengurangi dominasi kelompok usaha yang berintegrasi secara vertikal.
Untuk menjamin pasokan CPO, KPPU juga menyarankan agar perlu didorong adanya kontrak antara produsen minyak goreng dengan CPO untuk menjamin harga dan pasokan. "KPPU berharap harga pasar dapat berjalan sesuai hukum pasar dan tidak dipengaruhi adanya kartel atau kesepakatan akan tetapi hukum supply and demand, dan berharap Pemerintah mendorong pelaku usaha yang tidak terafiliasi. KPPU akan terus mendalami berbagai alat bukti atas permasalahan industri ini," kata Ukay.
Hasil penelitian KPPU, lonjakan harga minyak goreng dari bulan Oktober 2021 hingga mencapai Rp20.000/liter diduga karena adanya kartel dalam kenaikan harga migor. Penelitian KPPU difokuskan pada apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan Pemerintah atau terdapat perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha. "Hasil penelitian KPPU, sejauh ini sinyal-sinyal terkait kedua hal tersebut sudah ada," katanya.
Ukay mengatakan, dari hasil penelitian, KPPU melihat bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng. Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga produsen minyak goreng. Sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata.
"Sebagian besar pabrik berada di pulau Jawa dan tidak berada di wilayah perkebunan kelapa sawit. Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar," katanya.