Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Edwin, pemilik Toko UD Naga Sakti Perkasa (NSP), memohon dan meminta keadilan kepada Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof Dr HM Syarifuddin SH MH. Pasalnya, perkara gugatan perdata dugaan wanprestasi dengan penggugat, PT Agung Bumi Lestari (ABL) dan tergugat, Edwin, masih bergulir di MA.
Kepada sejumlah wartawan, Edwin, mengatakan, dirinya sudah mendaftarkan kasasi pada Senin, 17 Januari 2022.
"Saya minta tolong kepada MA untuk keadilan. Saya ingin ketua MA melihat perkara ini. Saya sudah daftarkan kasasi Senin lalu," ucap Edwin, Sabtu (22/1/2022) siang.
Menurut Edwin, gugatan yang diajukan PT ABL mengada-ada. Karena, gugatan tersebut memakai bukti bon nota kuning (arsip).
"Saya diputus bebas (pidana) waktu itu, sekarang masuk gugatan (perdata) lagi. Pakai bon kuning pula mereka menang. Isi gugatannya, mereka ajukan bon kuning, sedangkan saya bon putih, mereka (PT ABL) harusnya yang belum bayar sama saya," bebernya.
Diterangkan Edwin, jumlah dari bon kuning yang diajukan PT ABL, dipotong dengan bon putih pengambilan barang dari UD NSP. Sehingga Edwin masih bayar selisihnya.
"Kerugian yang saya alami kurang lebih Rp 400 juta. Cuma waktu itu, saya masukkan gugatan konvensi Rp 366 juta. Sedangkan Rp 30 juta lagi gak saya masukkan karena uang itu utang pribadi General Manager (GM) PT ABL, Himawan Loka alias Ahui," terangnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Immanuel Tarigan menghukum perbuatan Edwin merupakan wanprestasi. Putusan Nomor: 783/Pdt.G/2020/PN Mdn itu dibacakan pada Kamis, 29 April 2021.
"Menyatakan sah jual beli berdasarkan Bukti Tanda Terima pengambilan barang Mei 2017 senilai Rp 202.178.500, Bukti Tanda Terima pengambilan barang Juni 2017 senilai Rp 112.442.500, Bukti Tanda Terima pengambilan barang Juli 2017 senilai Rp 153.029.000, Bukti Tanda Terima pengambilan barang Agustus 2017 senilai Rp 165.716.500, Bukti Tanda Terima pengambilan barang September 2017 senilai Rp 80.174.500," ujar Immanuel.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi baik secara materil maupun immaterial kepada penggugat, yakni Rp 187.629.384. Dengan perincian, utang yang belum dibayar oleh tergugat sebesar Rp 534.042.000, dikurangkan dengan hutang penggugat Rp 361.905.750 adalah sejumlah Rp.172.137.050.
"Bunga bank sebesar 9% per tahun kali Rp 172.137.050, yang dihitung sejak Mei 2019 sebesar Rp 15.492.334, dikalikan per tahun sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap dan tergugat konvensi melaksanakan isi putusan aquo," pungkas Immanuel.
Tak terima dengan putusan tersebut, Edwin mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan. PT Medan malah menguatkan putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 783/Pdt.G/2020/PN Mdn, tanggal 29 April 2021 yang dimohonkan banding tersebut sesuai putusan Nomor: 371/Pdt/2021/PT MDN yang diketok pada Rabu, 17 November 2021 majelis hakim diketuai, Haris Munandar.
Sebelumnya, Edwin sempat ditahan dipenjara selama 6 bulan dalam perkara dugaan pidana penggelapan. Namun, majelis hakim PN Medan diketuai Tengku Oyong menghukum Edwin dengan onslag pada, 7 Mei 2019. Bahkan saat kasasi, Edwin divonis bebas.
"Saya minta keadilan, karena sudah dizolimi. Saya dipenjara selama 6 bulan, 2 bulan di Polrestabes Medan dan kurang lebih 4 bulan di Rutan. Saat penahanan hari ketiga, istri saya mengalami keguguran anak pertama," tutur Edwin.
Sementara itu, GM PT ABL, Himawan Loka alias Ahui dijatuhi hukuman selama 1 tahun 6 bulan penjara karena terbukti telah menggelapkan uang setoran milik Edwin sebesar Rp 396 juta.
Diketahui, hubungan kerja sama antara UD NSP dengan PT ABL terjalin sejak 2014. UD NSP memenuhi permintaan dari PT ABL dengan memberikan barang berupa serbet/tisu, tusuk sate, pipet dan streoform/LB besar. PT ABL memenuhi permintaan UD NSP dengan memberikan barang berupa bungkus nasi. Antara kedua belah pihak tidak ada ikatan kerja sama secara tertulis, hanya berdasarkan kepercayaan saja.