Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Utang nasional Amerika Serikat (AS) masuk ke dalam tahap yang mengkhawatirkan. Data terakhir Departemen Keuangan AS mencatatkan utang publik yang beredar sekarang di atas US$ 30 triliun atau sekitar Rp 429.000 triliun (kurs Rp 14.300).
Pinjaman pemerintah pun semakin dipercepat selama pandemi COVID-19, seiring upaya Washington meredam pukulan ekonomi dari krisis. Utang nasional telah melonjak sekitar US$ 7 triliun atau sekitar Rp 100.000 triliun sejak akhir 2019.
Dilansir dari CNN, Rabu (2/2/2022), para ekonom dan ahli menilai tonggak utang terbaru datang pada saat yang sulit karena biaya pinjaman diperkirakan akan meningkat.
Setelah bertahun-tahun mengalami tingkat suku bunga terendah, Federal Reserve beralih ke mode memerangi inflasi. The Fed berencana untuk meluncurkan rangkaian kenaikan suku bunga pertamanya sejak 2015.
Rencana kenaikan suku bunga ini jelas akan menbuat biaya pinjaman menjadi lebih tinggi. Hal itu pun hanya akan mempersulit pembiayaan tumpukan utang yang ada.
"Ini tidak berarti krisis jangka pendek, tetapi hal itu dapat membuat kita akan menjadi lebih miskin dalam jangka panjang," kata David Kelly, kepala strategi global di JPMorgan Asset Management.
Peter G. Peterson Foundation, sebuah organisasi yang berfokus pada peningkatan kesadaran akan tantangan fiskal, menyatakan biaya bunga diproyeksikan melampaui US$ 5 triliun selama 10 tahun ke depan. Jumlah itu hampir setengah dari semua pendapatan federal pada tahun 2051.
Pemerintah federal sendiri sampai saat ini berutang hampir US$ 8 triliun atau sekitar Rp 114.000 triliun kepada investor asing dan internasional, paling besar dari Jepang dan Cina. Akhirnya, hal itu perlu dibayar kembali, dengan bunga tentunya.
"Itu berarti pembayar pajak Amerika akan membayar pensiun orang-orang di Cina dan Jepang, yang merupakan kreditur kami," kata Kelly.(dtf)