Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
KEDATANGAN Presiden Joko Widodo untuk meninjau sekaligus meresmikan beberapa fasilitas infrastuktur pendukung kawasan strategis pariwisata nasional Danau Toba pada tanggal 2 dan 3 Februari 2022, di 6 kabupaten yang mengelilingi Danau Toba seperti memberikan isyarat perhatian yang luar biasa.
Perhatian yang terlihat dari berbagai proyek nasional yang diresmikan langsung seperti penataan atau revitalisasi Kawasan Pantai Bebas Parapat di Kabupaten Simalungun, dengan luas total 10.000 meter persegi menghabiskan biaya sebesar Rp 84,1 miliar.
Kemudian meresmikan 7 pelabuhan yang berada di sekitar Danau Toba untuk memperlancar konektivitas trasportasi. Tujuh pelabuhan tersebut terdiri dari Pelabuhan Ajibata dan Balige di Kabupaten Toba, Pelabuhan Tigaras di Simalungun, Pelabuhan Marbun Toruan di Humbang Hasundutan, Pelabuhan Simanindo di Samosir, Pelabuhan Muara di Tapanuli Utara, serta Pelabuhan Tongging di Kabupaten Karo.
Termasuk meluncurkan 4 Kapal Motor Penumpang (KMP) untuk penyeberangan, yakni KMP Pora-pora yang berkapasitas 180 orang dan 21 kendaraan, KMP Kaldera Toba berkapasitas 152 penumpang dan 15 kendaraan, KMP Asa-asa berkapasitas 150 orang, dan KMP Jurung-jurung dengan kapasitas 150 orang penumpang.
Selain itu, Kepala Negara juga meresmikan Jalan By Pass Balige sepanjang 9,8 kilometer yang dibangun dengan anggaran APBN Rp 176 miliar di Kabupaten Toba, untuk mengurai kemacetan di jalan kota Balige.
Obsesi Presiden Joko Widodo untuk memajukan Danau Toba yang memiliki pesona dan keindahan, mulai dari pantai berpasir putih, perkampungan peninggalan sejarah bangsa batak, hingga panorama yang dikelilingi 7 kabupaten, yaitu Simalungun, Toba, Tapanuli Utara, Samosir, Karo, Humbang Hasundutan dan Dairi. Keindahan dan panorama alam danau yang selaras dengan kekayaan budaya dan adat Batak sebagai identitas yang menjadi nilai dan norma warga lokal yang menjadi keunikan.
Melestarikan Budaya Dari Penataan Huta
Presiden Joko Widodo sangat berharap dari seluruh proses pembangunan infrastruktur, revitalisasi dan perbaikan yang telah dilakukan akan memberikan citra dan simbolisasi baru (rebranding) yang berbeda (diferensiasi) dengan citra Danau Toba sebelumnya, bahkan dengan kawasan wisata unggulan lainnya.
Untuk Kawasan Pantai Bebas Parapat sudah dibangun fasilitas pertunjukan seni budaya. Sayangnya, belum ada kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan kebudayaan dan kearifan lokal sebagai basis pendukung infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah pusat.
Hal ini terlihat dari belum ada kebijakan atau tindakan pemerintah daerah untuk mengatur perlindungan huta atau kampung yang memiliki nilai historis tinggi, seperti melestarikan kampung asal berbagai marga batak dengan menyajikan asal usul munculnya marga dan peninggalannya dikampung tersebut.
Begitu juga dengan pengenalan atau adopsi sistem pemerintahan budaya Batak dengan pemerintahan saat ini, seperti kebijakan pemerintah daerah Sumatera Barat yang mengadopsi peran lembaga sosial budaya melalui Kegiatan Kerapatan Adat Nagari (KAN) dalam kegiatan menjalankan peradilan adat yang dibina oleh Kerapatan Adat Alam Minangkabau (KAAM).
Bangsa Batak dulu mengenal pembagian peran atau wilayah tradisional yang terdiri dari beberapa tingkatan, yakni huta, lumban/horja dan bius, yang setiap tingkatannya dipimpin seseorang raja dan mempunyai tugas tanggung jawab dan fungsi masing-masing.
BACA JUGA: Mal Pelayanan Publik Menuju Kolaborasi Medan Berkah
Raja dalam hal ini bukanlah kepala pemerintahan, namun berkaitan dengan dengan tanggung jawab. Huta biasanya dihuni oleh kelompok masyarakat yang berasal dari satu marga atau satu keturunan. Setiap huta dikepalai oleh “raja huta” atau “tunggane huta”, yaitu keturunan dari pendirinya.
Jabatan yang turun temurun berdasarkan prinsip “progmogeture” (hak waris di tangan garis tertua atau putera sulung), yang didukung oleh “suhi ampang na opat” dalam kumpulan kekerabatan berdasarkan dalihan na tolu. Sedangkan dalam setiap persoalan, raja huta akan mendengar, meminta dan membagi pendapat warga dalam lembaga partungkoan.
Sedangkan lumban atau horja adalah wilayah yang terdiri dari gabungan dari beberapa huta karena atas dasar “saulaon” (kepentingan bersama), pemimpin horja dilaksanakan oleh “raja oloan” yang dipilih melalui pemilihan secara musyawarah oleh raja-raja huta.
Biasanya untuk wilayah yang lebih luas disebut dengan bius, sebagai gabungan dari beberapa horja. Biasanya terdiri atas 7 horja untuk dapat menjadi bius. Gabungan horja itu haruslah memiliki suatu pasar (onan), yang juga berfungsi sebagai tempat berdagang masyarakat dan pertemuan raja-raja oloan.
Dalam sistem bius, dasar pengambilan keputusan sangat dipengaruhi oleh suara terbanyak dalam musyawarah yang dikenal dengan “si tuan natorop”. Tradisi pemerintahan dan musyawarah di setiap tingkatan wilayah inilah yang mulai terlupakan dan tidak dikenal generasi muda, padahal bisa berperan penting untuk mengatasi persoalan seperti sengketa tanah atau warisan.
Begitu juga mulai jarangnya ditemukan tradisi pertujukan opera Batak, yaitu seni pementasan yang didominasi tiga unsur, yakni akting, nyanyian dan tarian, yang menjadi satu kesatuan dalam meyajikan rangkaian cerita, yang biasanya disuguhkan dengan cerita rakyat yang dipenuhi dengan pesan moral dan nilai adat Batak.
Padahal, berdasarkan penelitian Citra Pariwisata Indonesia (2003), budaya adalah elemen pariwisata yang paling menarik minat wisatawan untuk datang, terutama pertunjukan kesenian, festival kebudayaan, pemukiman tradisional dengan rumah adatnya, museum, dan mengunjungi situs cagar budaya warisan masa lampau atau biasa disebut sebagai wisata pusaka (heritage tourism).
Keunggulan budaya (culture) bisa dikemas dalam bentuk, wisata heritage dan religi, wisata kuliner dan belanja, dan wisata desa unggulan ( seperti desa ulos dan desa budaya ), seperti Tomok yang dikenal dengan wisata sejarah Raja Siallagan dan sigale gale, desa ulos tenun di Lumban Suhi, Huta Tinggi sebagai pusat aliran kepercayaan Parmalim, Sianjur mula-mula atau pusuk buhit sebagai desa yang diyakini desa awal orang Batak, gendang guro- guro di Tanah Karo dan banyak lagi.
Selain sebagai salah sektor penarik wisatawan, pariwisata berbasis budaya adalah kekuatan untuk meningkatkan pemahaman lintas budaya pembelajaran sejarah, kebudayaan dan kearifan lokal setiap suku bangsa.
Peran Pemerintah Daerah
Dengan besarnya perhatian pemerintah pusat sudah saatnya seluruh pemerintah daerah menunjukkan perannya dengan mendorong berbagai huta dan masyarakatnya melahirkan kemasan sejarah marga, tradisi dan budaya pemerintahan Batak, hingga kesenian yang dipadukan dengan infrastruktur objek wisata yang dibangun pemerintah pusat.
Seperti melakukan festival budaya dan kreatifitas lokal, baik berupa musik, opera, kuliner, tarian, setingkat siswa SMA. Kemudian melakukan penyebaran ke lokasi wisata ke desa yang memiliki cagar budaya dan pemukiman tradisional bersejarah, dengan melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program.
Menjadikan masyarakat lokal sebagai pemanfaat dan pengelola utama dari kegiatan pariwisata, karena paling memahami kekhasan lingkungan alam dan budaya, sampai pada kebijakan menjaga penguasaan tanah untuk masyarakat lokal. Karena budaya sangat erat kaitannya dengan keberadaan kelompok atau suku yang mendiami perkampungan atau desa.
Dengan mendorong kesadaran masyarakat untuk melestarikan budaya dan adat istiadat sekaligus sebagai langkah untuk memastikan tetap berdirinya perkampungan dan corak produksi yang merupakan pondasi kelestarian sebuah suku bangsa.
====
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Inspirasi (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]