Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Damaskus. Abu Ibrahim al-Hashemi al-Quraishi merupakan cendekiawan agama dan mantan tentara Irak pada era Saddam Hussein. Quraishi memimpin Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) selama dua tahun sebelum tewas meledakkan diri saat digerebek pasukan militer Amerika Serikat (AS) di sebuah rumah di Suriah pekan ini.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (4/2/2022), Quraishi yang berkewarganegaraan Irak dan berusia 45 tahun ini menjadi pemimpin penting bagi Islamic State of Iraq yang merupakan pecahan Al-Qaeda -- cikal bakal ISIS -- setelah invasi AS menggulingkan Saddam Hussein tahun 2003 silam.
Quraishi ditunjuk memimpin ISIS setelah pendahulunya, Abu Bakr al-Baghdadi, yang juga pendiri ISIS tewas meledakkan diri dalam operasi militer AS di Suriah tahun 2019 lalu.
Baghdadi terang-terangan mendeklarasikan kekhalifahan ISIS dari sebuah masjid di Mosul, Irak, setelah militannya menguasai kota itu dan merebut sebagian besar wilayah strategis di Irak dan Suriah tahun 2014.
Kontras dengan Baghdadi, Quraishi memimpin ISIS sebagai sosok bayangan di tengah tekanan kuat dari pasukan koalisi pimpinan AS, Irak dan milisi lainnya setelah kelompok radikal itu kehilangan wilayah yang sebelumnya mereka kuasai.
Qurashi juga dikenal dengan nama alias Abdullah Amir Mohammed Saeed al-Mawla dan Haji Abdullah Qardash.
Para pejabat AS menyebut Quraishi sebagai 'kekuatan penggerak' di balik genosida terhadap minoritas Yazidi di Irak bagian utara tahun 2014 lalu. Quraishi juga disebut sebagai sosok yang mengawasi jaringan luas ISIS dari Afrika hingga Afghanistan.
Quraishi Pernah Ditahan AS di Irak
Quraishi diketahui lahir tahun 1976 di Muhallabiya, sebuah kota kecil di sebelah barat Mosul yang banyak dihuni warga minoritas Turkmenistan di Irak. Dia dilaporkan sebagai anak seorang ulama yang memimpin salat Jumat di sebuah masjid setempat.
Sempat belajar kajian Islam di sebuah universitas di Mosul, Quraishi lebih ahli soal pedoman keagamaan dan yurisprudensi Islam dibandingkan soal keamanan dan doktrin militer ISIS. Namun menurut sejumlah pejabat keamanan Irak, Quraishi mendapatkan pengalaman dengan menjadi anggota kelompok jihad tersebut.
Tahun 2008, pasukan AS menangkap Quraishi di Mosul dan menahannya di fasilitas tahanan AS yang bernama Kamp Bucca. Informasi ini didasarkan pada penelitian koresponden BBC, Feras Kilani, yang mewawancarai Quraishi dan menyelidiki kepemimpinan ISIS setelah kematian Baghdadi.
Kamp Bucca dikenal sebagai pusat tahanan yang sempat dihuni para tahanan Al-Qaeda dan Islamic State of Iraq yang menjalin koneksi penting satu sama lain selama dalam tahanan, termasuk Baghdadi sendiri. Quraishi dibebaskan setahun kemudian.
Penelitian Kilani menyebut bahwa Quraishi kemudian bergabung dengan pemberontakan jihad melawan pendudukan AS atas Irak antara tahun 2003-2004, dan akhirnya berhasil naik pangkat dalam jajaran ISIS.
Di masa lalu, menurut sejumlah pejabat keamanan Irak, Quraishi pernah menjadi tentara Irak di bawah Saddam Hussein. Banyak pemberontak mengangkat senjata melawan tentara AS setelah perwakilan Washington di Irak memerintahkan pembubaran militer Irak dan memasukkan ribuan komandan terkait Partai Baath yang menaungi Saddam Hussein ke dalam daftar hitam.
Para pejabat keamanan Irak menyebut Quraishi melarikan diri ke perbatasan Suriah saat ISIS dipukul mundur tahun 2017, dan sejak saat itu bersembunyi di area-area terpencil, terus berpindah tempat agar tidak terdeteksi keberadaannya dan berupaya membangkitkan kembali ISIS.(dtc)