Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H. Laoly menegaskan pemerintah dan DPR RI mematuhi dan akan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Undang-Undang Cipta Kerja. Hal itu disampaikan Yasonna dalam orasi ilmiahnya di acara Dies Natalis ke-68 Fakultas Hukum (FH) Universitas Sumatera Utara (USU) di USU, Jumat (4/2/2022).
"Tindak lanjut putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut perlu segera dilakukan pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pelaksanaan investasi baik domestik maupun asing yang telah berkomitmen untuk melakukan investasi setelah terbitnya UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Investasi tersebut tentu akan menambah lapangan kerja yang luas bagi masyarakat," kata Yasonna
UU Cipta Kerja, sambung Yasonna, telah mengalami pengujian formil di MK dan pada 25 November 2021 MK menjatuhkan putusan perkara Pengujian Formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dalam amar putusan dinyatakan, pembentukan UU tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan.
MK juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Yasonna menuturkan, ada 3 poin dalam putusan MK atas UU Cipta Kerja yang perlu ditindaklanjuti pemerintah, yaitu pembentuk UU diperintahkan mengakomodir metode Omnibus Law dalam perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019. Secara prosedural pembentukan UU Cipta Kerja harus diperbaiki dalam waktu 2 tahun sejak putusan MK diucapkan. Kemudian pemerintah harus menangguhkan segala kebijakan/tindakan strategis yang didasarkan pada UU Cipta Kerja.
“Sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020,” ujar Yasonna.
UU Cipta Kerja itu, lanjut Yasonna, disahkan pada 2020 menggunakan metode Omnibus Law dan memperhatikan muatan serta substansi undang-undang yang harus diubah dalam UU tentang Cipta Kerja yang mencapai 78 Undang-Undang, dan meliputi 10 klaster yaitu, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan serta pemberdayaan koperasi dan UMK-M, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, pengadaan tanah, kawasan ekonomi, investasi pemerintah pusat dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan dan pengenaan sanksi.
Pelaksanaan UU tentang Cipta Kerja diharap mencapai tujuan pembentukannya, yaitu, penciptaan dan peningkatan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan terhadap sektor koperasi dan UMK-M untuk menyerap tenaga kerja Indonesia seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antardaerah dalam kesatuan ekonomi nasional.
Kemudian, terjaminnya hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja; penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan UMKM serta industri nasional; penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.
“Negara wajib menetapkan kebijakan dan melakukan tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya, merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,” pungkas alumni FH USU ini.
Di acara Dies Natalis yang panitianya diketuai Hasrul Benny Harahap SH MHum ini, juga dirangkai pemberian award kepada 3 dosen insipiratif di FH USU. Masing-masing, Prof M Solly Lubis SH, Prof Dr Mariam Darul Badrulzaman SH FBCArb dan Prof Rehngena Purba SH MS.