Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
ISU kesehatan mental kian mencuat dan sering terdengar beberapa saat kebelakangan ini. Tidak hanya fisik, psikis seseorang pun pastinya rentan untuk mengalami gangguan. Sama seperti fisik, psikis seseorang sudah saatnya juga menjadi perhatian untuk dijaga kesehatannya. Bahkan di masa-masa pandemi seperti saat ini, mungkin kesehatan mental akan menjadi sangat sering untuk terluka. Ketakutan akan virus, pikiran akan keterbatasan kegiatan sampai permasalahan ekonomi mungkin menjadi penyebabnya. Itulah mengapa kesehatan mental seseorang harus dijaga khususnya saat kondisi seperti sekarang.
Bicara soal kesehatan mental, ada satu kelompok yang menarik untuk dibahas, yakni para diaspora. Diaspora memang terdengar asing bagi sebagian orang, tetapi percaya atau tidak diaspora selalu ada di sekitaran kita.
Diaspora merupakan sekumpulan penduduk etnis atau suku yang terpaksa atau terdorong untuk meninggalkan wilayah atau tempat etnis tradisional mereka berasal. Penyebaran mereka di berbagai bagian lain dunia dan perkembangannya dihasilkan karena penyebaran dan budaya mereka.
Di Indonesia sendiri banyak ditemukan para diaspora. Begitu pun dengan warga Indonesia yang menjadi kaum diaspora di negara lain hanya sekadar untuk bekerja, bermukim hingga melanjutkan pendidikan.
Pertanyaannya, kenapa diaspora harus menjaga kesehatan mentalnya? Apa pentingnya? Pada hakikatnya, tidak hanya di masa-masa seperti para diaspora harus memprioritaskan kesehatan mental mereka. Banyak faktor yang menjadi alasan kuat diaspora harus menjaga psikis mereka. Mulai dari kultur yang berubah, jarak yang jauh dari daerah asal, bahasa, kehidupan sosial pun pasti mewarnai jiwa mereka. Pastinya perlu beradaptasi akan hal-hal itu.
Proses adaptasi dari hal-hal tadi mungkin juga tak semudah yang dibayangkan. Misal proses adaptasi perihal kultur. Setiap daerah dan wilayah pasti memiliki kultur atau budaya yang berbeda. Bukan semudah membalikkan telapak tangan dalam membiasakan diri untuk mengikuti kultur di tempat baru. Tak jarang juga para diaspora mengalami stres berlebihan karena hal ini. Tidak terbiasa dengan kultur kebiasaan akan membuat para diaspora merasa bosan. Tidak sedikit juga mereka harus kembali ke daerah asal mereka karena tidak tahan dengan kultur di daerah barunya.
Menurut saya, penting adanya sebuah perkumpulan bagi mereka yang dijuluki diaspora dari daerah asal yang sama. Katakanlah seperti paguyuban etnis. Atau setidaknya tidak sendirian dalam proses perpindahan dari satu daerah ke daerah lainnya. Hal seperti ini mungkin akan membantu para Diaspora dalam beradaptasi.
Sejatinya manusia adalah makluk sosial. Mungkin sifat makluk sosial yang paling diketahui orang banyak yakni manusia itu tidak dapat hidup sendirian. Hal ini mungkin mempengaruhi mental para diaspora dalam mengarungi hidup. Hal itu juga sangat ironi jiga seorang diaspora harus menanggung beban dengan seorang diri, sehingga kesehatan mentalnya terganggu.
BACA JUGA: Perlu Kesabaran untuk Kemajuan Sepakbola Indonesia
Memasuki masa-masa pandemi sepeti sekarang tentu beban itu semakin bertambah. Kesehatan mental mereka pun semakin terganggu. Pikiran tidak bisa kembali ke daerah asal hingga harus memikirkan betapa kejamnya Covid-19 pun pasti ditemui para diaspora di kesehariannya. Hidup sendiri dengan beban yang rumit pasti tidaklah mudah. Itulah mengapa penulis mengatakan jika kesehatan mental seorang diaspora harus menjadi prioritasnya.
Tidak cukup hanya upaya dari diri sendiri. Pemerintah yang terkait juga seharusnya memberikan pelayanan yang baik terhadap para diaspora kepada para warganya yang berada di luar negeri khususnya. Sudah semestinya pemerintah terkait dengan hal ini seperti Kedutaan Besar harus memikirkan bagaimana caranya menjaga kesehatan mental bagi para diaspora. Pemerintah terkait juga sudah semestinya memikirkan bagaimana cara yang efektif dalam mengkordinir dan memantau warganya yang berada diluar daerah agar tetap terjaga keselamatan fisik dan psikisnya.
Semisal acara-acara sharing terhadap sesama diaspora saya rasa cukup menarik untuk dilakukan. Atau mungkin kegiatan temu ramah juga bisa digelar bagi kaum diaspora. Kegiatan-kegiatan sederhana seperti inilah yang mungkin bisa membantu kesehatan mental mereka bisa terus terjaga dengan baik.
Menjadi Diaspora bukanlah hal yang mudah. Harus berkegiatan di daerah yang baru tentu harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak bagi mereka. Bukan hanya dukungan materil, dukungan moril juga bisa diberikan, demi menjaga keamanan jiwa dan raga dari mereka yang disebut diaspora.
====
Penulis Mahasiswa FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Pimpinan Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Teropong UMSU.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]