Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Langkat. Puluhan warga yang didominasi emak-emak dari Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, Selasa (15/2/2022) malam menginap di teras gedung DPRD Langkat. Aksi itu dilakukan menyusul buntunya pertemuan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan pihak PT Thong Langkat Energi (TLE) yang dimediasi DPRD tentang tuntutan ganti kerugian lahan mereka yang terendam air akibat dampak pembangunan tanggul bendungan pembangkit listrik.
Sebelumnya, sekitar 35 orang warga Kuta Gajah itu datang ke DPRD Langkat Selasa siang sekitar pukul 14.00 WIB untuk RDP.
"Karena menuai jalan buntu, dan ganti kerugian belum dianggap wajar oleh masyarakat yang lahan pertaniannya tenggelam, mereka menginap di DPRD," kata Meidi Kembaren, Ketua Himpunan Masyarakat Karo Indonesia (HMKI) Langkat, selaku juru bicara warga Kota Gajah.
Dijelaskan Meidi Kembaren, sepanjang keinginan warga Desa Kuta Gajah tak terpenuhi oleh pihak PT TLE, maka mereka akan tetap melakukan aksi menginap.
Selasa sore, perwakilan warga Desa Kuta Gajah melakukan RDP di DPRD, diterima Ketua Komisi A DPRD Langkat, Dedek Pradesa dan beberapa orang anggota DPRD Langkat lainnya, dengan menghadirkan Birman Pasaribu selalu General Menajer PT TLE. "Kami selaku wakil rakyat melakukan mediasi terhadap pihak PT Thong," kata Dedek Pradesa.
Birman Pasaribu memberi jawaban ganti kerugian hanya Rp 8 juta/rantai, dari harga yang pernah ditawarkan PT TLE sebelumnya Rp 6 juta/rantai (400 meter persegi) lahan masyarakat yang terdampak terendam air. Namun ganti kerugian lahan dan tanaman dianggap warga Kuta Gajah belum wajar, karena besaran ganti kerugian yang hanya Rp 8 juta/rantai tidak bisa dibelikan lahan baru. Hal itu belum ada kesepakatan hingga RDP dihentikan, maka warga Kuta Gajah melakukan aksi menginap di luar gedung DPRD.
Menurut warga Kuta Gajah, seluas 20 hektar lahan pertanian milik 35 orang petani warga Desa Kuta Gajah, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat, terendam air Sei Wampu. Akibatnya tanaman kelapa sawit, jeruk, duku, mahoni, pinang dan lainnya mati. Ini dampak dibangunnya bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro berpenghasilan energi listrik 2 x 5 MW oleh PT TLE
Bendungan PT TLE dibangun di aliran hulu Sei Wampu di Dusun Batu Gajah, Desa Empus, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, namun berimbas pada lahan pertanian warga di Desa Kuta Gajah Kecamatan Kutambaru.
"Kami meminta ganti kerugian tanah, dan tanaman dengan harga yang layak dan wajar, sehingga harga ganti untung bisa dibelikan lahan pertanian baru. Dan sejak terendam air mulai 1 Desember 2021sampai saat ini kami tak ada penghasilan, untuk biaya makan, biaya hidup dan ongkos anak sekolahpun sudah tidak ada lagi," ungkap Malem Pagi Pelawi, warga Dusun Mbacang, Peringatan Kacaribu warga Dusun Risogong Desa Kuta Gajah, yang diamini 33 petani lainnya yang terdampak merugi akibat bangunan tanggul PT TLE.
Masyarakat juga meminta, pihak PT TLE memberikan sarana air bersih seperti kamar mandi umum/MCK di tiga titik di sekitar lahan yang terendam air Sei Wampu.
"Sebelumnya, sumber air yang memancar keluar dari tanah dibutuhkan untuk mandi, cuci dan konsumsi oleh warga, sekarang sudah terendam air keruh, kemana warga mencari air," keluh mereka.