Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Tapsel. Rosida Hutasuhut (32) perajin tenun dari Desa Paranjulu, Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) nampak masih menjalankan aktivitas menenun dir umahnya, sementara pengerajin lainnya lebih memilih tutup dan beralih profesi.
Kegiatan menenun bagi Rosidah sudah menjadi pekerjaan pokok, sehingga sulit baginya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Peralatan tenun yang dibelinya tiga tahun lalu tujuannya agar bisa mandiri menenun di rumahnya sendiri daripada bekerja ketempat lain.
Rosidah bersama perajin tenun lainnya biasanya mengerjakan pesanan yang diberikan toke kepada mereka. Dalam sehari untuk bakal baju Rosidah mampu menyelesaikan satu bakal, namun untuk abit (sarun) selesai dikerjakan selama dua hari lamanya.
"Upah yang diterima borongan. Kalau untuk abit upahnya paling 120 ribu udah termasuk selendangnya," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Sabtu (12/3/2022) kemarin.
Dijelaskan pada masa beberapa tahun sebelum pandemi atau masa suksesi pemilihan presiden dan kepala daerah tahun 2018 lalu. Para perajin tenun Sipirok ini boleh dibilang kebanjiran orderan. "Bobby Wali Kota Medan, saat pilpres dan pilkada lalu banyak memesan hasil tenunan kita," katanya.
Rosidah mengaku mendapat orderan bagus terakhir pada tahun baru 2022. "Pesanan abit songket dari daerah Pahae lebih banyak," katanya.
Hal senada juga diakui Amran Pohan tokoh Sipirok bahwa beberapa tahun lalu atau masa pemerintahan Bupati Ongku P Hasibuan lanjut pada Sahrul Pasaribu batik Tapsel masa kejayaannya.
Tidak itu saja orderan dari pemerintah juga banyak saat itu. Sehingga boleh dikata beberapa desa di Sipirok seperti Paranjulu, Purba Sinomba, Sigiring-giring Dolok, Sigiring-giring Lombang, Tanjung Medan dan Padang Bujur. "Banyak perajin tenun dari daerah ini lahir, untuk meningkatkan kualitas pemerintah memberikan pelatihan kepada warga pada masa itu," katanya.
Saat ini diakui banyak yang sudah tutup akibat sepinya permintaan. Kondisi ini diperparah harga orderan tidak sebesar waktu dulu. Untuk bisa bertahan sebagian perajin tenun memanfaatkan pinjaman dari perbankan. "Ada yang meminjam modal dari Keredit Usaha Rakyat (KUR), ada juga dari pinjaman dari luar bank," katanya.
Terdampak Covid-19
Sebelumnya Advent Ritonga, owner Usaha Tenun Risti (UTR) Silangge, Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan kepada media mengakui bahwa perajin tenun banyak yang tutup akibat terdampak Covid-19.
"Jumlahnya ada sekitar 160 pengrajin. Mereka ini terdampak covid-19 akibat pesanan sepi," katanya.
Kondisi pahit pengrajin tenun rumahan mulai dirasakan 160 kepala keluarga satu persatu sejak mulai pertengahan tahun 2020.
Advent Ritonga, owner Usaha Tenun Risti (UTR) Silange mengakui sebelum pandemi penghasilan perminggunya karyawan mencapai Rp600 ribu. "Sekarang pasar sepi seperti permintaan pasar Jakarta, Medan, Pekan Baru sudah tak lagi," katanya.
Dia mengatakan untuk sebagian pengrajin terpaksa banting stir beralih mencari usaha lain.
"Untuk menyelamatkan sebagain alat-alat tenun terpaksa dibongkar agar tidak cepat rusak atau berkarat," katanya.
Dia berharap pemerintah misalnya pejabat, pengusaha dan lainnya mau menjadikan bahan tenun Sipirok sebagai hadiah atau oleh-oleh buat mitra-mitra kerjanya. Semoga dengan cara sepeti ini kegiatan ekonomi perajin tenun hidup kembali.