Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Ketua Dewan Pimpinan Daerah Komite Nasional Pemuda Demokrat Sumatra Utara (DPD KNPD Sumut), organisasi sayap Partai Demokrat, Suryani Paskah Naiborhu, meminta pemerintah untuk menghapus regulasi tentang syarat rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang harus dipenuhi seorang dokter jika dia ingin mengurus surat izin praktik dokter. Keharusan adanya rekomendasi IDI tersebut rawan disalahgunakan, terutama saat terjadi perbedaan pendapat antara dokter dan pengurus IDI.
Hal itu dikatakan Suryani Paskah Naiborhu dalam keterangannya, Minggu (27/3/2022), menanggapi beredarnya video tentang pemecatan mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI oleh Tim Khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI berdasarkan surat tim khusus MKEK Nomor 0312/PP/MKEK/03/2022.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, seorang dokter yang ingin membuka praktik harus terlebih dahulu memiliki surat izin praktik (SIP). Keberadaan SIP ini wajib dimiliki dokter agar ada pertanggungjawaban dan keamanan yang jelas saat dia menjalankan profesinya.
"Pengurusan surat izin praktik dokter ini dapat dilakukan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di masing-masing pemerintah kabupaten atau kota di mana dokter tersebut akan membuka praktik dengan melampirkan berkas-berkas yang dibutuhkan," ujarnya.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan bahwa salah satu persyaratan yang harus ada saat mengajukan surat izin praktik tersebut adalah adanya rekomendasi dari organisasi kedokteran baik dari IDI di masing-masing cabang daerah. Tanpa adanya rekomendasi itu, maka dokter tersebut tidak dapat mengurus surat izin praktik.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, keberadaan rekomendasi dari organisasi sebagai syarat yang harus dipenuhi dalam mengurus surat izin praktik bagi seorang dokter seharusnya tidak diperlukan. Sebab, seseorang dapat menjadi dokter setelah melalui proses yang panjang.
"Seorang dokter yang ingin membuka praktik harus menempuh banyak tahapan terlebih dahulu. Mulai dari tahapan pendidikan yang biasanya butuh waktu hingga lebih dari 5 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Kemudian tahapan pendidikan profesi dokter untuk memperoleh gelar dokter dan dilanjutkan dengan tahapan ujian sertifikasi atau uji kompetensi, serta magang. Bagi yang ingin mengambil spesialis, maka dia harus kembali mengikuti pendidikan dokter spesialis," ujarnya.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, salah satu tahapan yang harus dilalui oleh seorang dokter adalah keharusan untuk mengikuti ujian kompetensi mahasiswa program profesi kedokteran yang diadakan oleh instansi terkait seperti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia. Dan setelah melalui ujian kompetensi, maka dokter tersebut akan mengikuti program internship sebelum dia membuka praktik sendiri.
"Dengan mengikuti ujian kompetensi yang dilakukan oleh lembaga terkait dan ditambah dengan program internship tersebut, maka dapat diketahui apakah seorang dokter sudah layak atau tidak untuk membuka praktik sendiri. Tahapan ini yang harus dilalui seorang dokter," jelasnya.
Suryani Paskah Naiborhu mengatakan, melihat hal ini, maka adanya rekomendasi dari IDI sebagai syarat untuk memiliki surat izin praktik dokter seharusnya sudah tidak dibutuhkan. Hal ini disebabkan dokter tersebut sudah mengikuti ujian kompetensi atau sertifikasi yang dilakukan oleh negara. Ditambah lagi dia harus mengikuti program internship sebelum dapat membuka praktik sendiri.
"Karena itu, sudah seharusnya pemerintah menghapus syarat rekomendasi dari IDI dalam pengurusan surat izin praktik dokter. Di samping itu, jangan sampai adanya rekomendasi tersebut juga menyulitkan dokter itu sendiri," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Suryani Paskah Naiborhu juga meminta manajemen Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) tidak memberhentikan dr Terawan Agus Putranto dari rumah sakit tersebut meskipun Terawan direkomendasikan untuk diberhentikan secara permanen dari IDI oleh Tim Khusus Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI berdasarkan surat tim khusus MKEK Nomor 0312/PP/MKEK/03/2022.
"Kita meminta agar dr Terawan Agus Putranto tetap bekerja di RSPAD karena dia seorang yang inovatif dan memiliki terobosan dalam metode pengobatan. Di antaranya pengobatan dengan metode 'cuci otak' menggunakan alat Digital Substraction Angiography (DSA) serta Vaksin Nusantara untuk vaksin COVID-19.