Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Keputusan penyidik tidak menahan para tersangka kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), dinilai menimbulkan kesan Polda Sumut menggunakan standar ganda dalam menangani kasus ini. Sebab, tersangka pemalsuan surat, ITE, penipuan yang mengakibatkan orang luka, sakit jiwa atau tewas saja malah langsung ditahan.
"Lalu, mengapa kekerasan sampai kehilangan nyawa tidak ditahan?," kecam Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi, Senin (28/3/2022) siang.
Menurutnya Edwin, bahwa akibat bebasnya para tersangka karena tidak ditahan, maka saksi dan korban terancam. Bahkan saksi dan korban sebelumnya didatangi agar berbalik arah membela para pelaku.
"Saat ini korban atau saksi hidupnya dalam suasana teror, selain itu sudah ada upaya pendekatan agar para korban berbalik arah membela pelaku. Karena tidak ditahannya, para pelaku membuka ruang revictimisasi," jelas Edwin Partogi.
Edwin Partogi juga mengatakan sebelumnya Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja, telah menetapkan tersangka yakni HS, IS, TS, RG, JS, dan HG serta salah satunya, Dewa Perangin Angin, merupakan putra dari Bupati Langkat nonaktif, TRP.
Namun, Tatan menyampaikan sebaliknya, bahwa penyidik memutuskan untuk tidak menahan para tersangka. Alasannya, para pelaku penyiksaan terhadap anak kerangkeng hingga menewaskan korban jiwa, korban cacat, trauma dan stress ini dinilai kooperatif.
Untuk itu, Edwin Partogi meminta Kapolri dan Kompolnas segera melakukan evaluasi pada Polda Sumut terkait penanganan perkara kerangkeng manusia ini. "Apakah ini merupakan standar Polri yang baru sejak Presisi?" sindirnya.