Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kabar kenaikan harga Pertamax 92 pada 1 April 2022 makin santer. Berdasarkan perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga keekonomiannya pada April diperkirakan bisa sekitar Rp 16.000 per liter.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai kenaikan harga Pertamax akan berdampak signifikan terhadap pengeluaran kelas menengah. Dia menyebut ujungnya akan melemahkan daya beli dan menurunkan kepercayaan terhadap konsumsi rumah tangga.
"Pasalnya kenaikan harga tidak hanya terjadi di BBM, tapi juga barang lain termasuk pangan. Momentum kenaikan harga Pertamax jika dilakukan pada saat Ramadhan dan mudik lebaran bisa ciptakan kontraksi ekonomi," jelas dia kepada detikcom, Rabu (30/3/2022).
Bhima mengatakan hal ini akan membuat masyarakat akan menunda pembelian barang lain. Tak hanya itu masyarakat juga akan mengerem makan di restoran, berwisata, bahkan untuk mengajukan KPR rumah akan berpikir dua kali.
"Banyak dampak tidak langsungnya. Sebenarnya pemerintah tidak perlu naikkan Pertamax, cukup menambah dana kompensasi ke Pertamina atas selisih harga keekonomian yang makin lebar," jelas dia.
Menurut Bhima pemerintah sebenarnya dapat untung dari windfall harga minyak dunia, membuat ekspor batubara dan sawit juga menambah penerimaan negara.
Dia mengasumsikan ketika minyak mentah di atas US$ 100 per barel, ada tambahan pendapatan negara dari pajak dan PNBP hingga Rp 100 triliun, bukan angka yang kecil.
Pemerintah juga berusaha naikan rasio pajak lewat kenaikan tarif PPN, jadi tahan harga BBM merupakan keputusan yang rasional kalau ingin pemulihan daya beli solid.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan jika secara konsep kenaikan harga Pertamax ini tidak akan menekan daya beli masyarakat atau berkontribusi terhadap inflasi.
Menurut dia, Pertamax memang sebagian besar digunakan oleh masyarakat yang memiliki daya beli tinggi seperti mobil dan motor-motor jenis tertentu.
"Volumenya kan 6-7 juta KL per tahun. Secara porsi terhadap total nggak besar sebenarnya. Dia nggak ditransmisikan ke harga barang dan jasa lain karena tidak terkait langsung," jelas dia.
Memang di lapangan bisa berpotensi terjadi deviasi seperti kesempatan Pertamax naik tapi ada yang ikut-ikutan menaikkan harga beras. Nah hal ini menjadi PR besar pemerintah untuk menangani masalah tersebut.
Menurut Komaidi, memang ada potensi peralihan dari Pertamax ke Pertalite. Tapi untuk konsumen yang sudah terbiasa menggunakan Pertamax maka dia akan berpikir dua kali jika ingin turun ke Pertalite.
"Apalagi untuk masyarakat yang sudah paham dengan kondisi lingkungan. Pasti mereka susah mau pindah dari Pertamax," jelasnya.(dtf)