Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com- Gunungsitoli. Rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) di Kepulauan Nias lantaran pemerintah daerah (Pemda) di Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Nias Barat, Nias Utara dan Nias Selatan belum fokus memajukan sumber daya manusia (SDM).
Hal ini salah satu resume dalam diskusi "Kenapa Kepulauan Nias Tidak Beranjak Maju Ditinjau dari Perspektif Sumber Daya Manusia, Infrastruktur dan Teknologi (Digitalisasi)", yang digelar Pemuda Kepulauan Nias (PKN), di Raja Koki, Gunungsitoli, Kamis (7/4/2022). Hadir para aktivis mahasiswa dan pemuda, pers dan pengacara.
Tampil sebagai narasumber Ketua GAMKI Cabang Kota Gunungsitoli, Karya S Bate'e yang juga Kepala Bappelitbang Kota Gunungsitoli, dan Direktur Academi Training Legas Sistim (ATLAS), Desmen Hia yang juga Dewan Pakar PA GMNI Jakarta Raya.
Menurut Karya Bate'e, IPM 2022 secara khusus Kota Gunungsitoli di angka 69,61, berada di urutan -22 dari 33 kabupaten/kota di Provinsi Sumatra Utara. Sedangkan IPM nasional 71. Namun, IPM Kota Gunungsitoli masih di atas IPM kabupaten lainnya di Kepulauan Nias.
"Memang IPM Kota Gunungsitoli sebesar 69,61 masih di bawah. Inilah target kita ke depan untuk membangun IPM, karena bagaimanapun untuk maju sebuah daerah bahkan negara sekalipun muaranya tetap IPM," ungkapnya.
Ia menyebutkan, membangun IPM tidak terlepas dari faktor pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita masyarakat. Artinya, jika dibandingkan dengan 4 kabupaten lainnya di Kepulauan Nias, Kota Gunungsitoli yang menjadi barometer termasuk yang masih tinggi IPM. Hal ini didukung oleh keberadaan lembaga-lembaga pendidikan yang banyak di kota, fasilitas kesehatan dan infrastruktur jalan transportasi yang memadai, membuat tingkat IPM untuk bisa baca dan menulis tinggi..
"Pertanyaannya, kenapa melambat pembangunan IPM? Karena Pemda kurang fokus. Memang konstitusi mengamanatkan dana pendidikan 20%, kesehatan 10%, tetapi APBD itu dicincang habis sehingga yang terjadi munculnya raja-raja kecil di daerah," tuturnya.
Selain itu, dirinya juga berharap agar SDM pemuda di kepulauan Nias harus bermental kerja. Artinya tidak mesti menjadi pekerja, PNS. Lebih baik membuat inovasi dan menciptakan dunia usaha.baru melalui pemanfaatan teknologi digital. apalagi di era 4.0 dewasa ini. Pemuda juga harus menjadi agen.perubahan.
Karya berpendapat, ego sektoral antara daerah sebenarnya bagus asal positif. Sebab akan muncul persaingan yang sehat dalam memacu pertumbuhan pembangunan antar Pemda.
Namun, persoalannya, kolaborasi antar Pemda belum kelihatan dalam membangun sinergitas, khususnya di sektor strategis dan tapal batas antarwilayah.
Sementara itu, Desmen Hia mengungkap kenapa Kepulauan Nias tidak beranjak maju ditinjau dari perspektif SDM, infrastruktur dan tekknologi (digitalisasi).
Masalahnya, menurutnya, antara lain, pertama, soal penolakan membebaskan lahan warga di lokasi pembangunan infrastuktur dan alas hak atas status tanah yang belum jelas. Sehingga dapat menghambat pembangunan itu sendiri.
Kedua, kerap terjadi multitafsir pada proses perencanaan dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Dan, ketiga, proses pendanaan terbatas. Karena ada istilah proyek titipan, punya pengusaha dan kepentingan politik penguasa.
"Sebenarnya kalau kita lihat Kepulauan Nias ini sudah maju jika melihat dari barometernya Kota Gunungsitoli. Tetapi, maju 1 langkah mundur 4 langkah," kata Desmen mengibaratkan.
Desmen menjelaskan, investor bukan tidak tertarik menanamkan modalnya di Kepulauan Nias. Tetapi, lagi-lagi karena persoalan SDM. "Pernah ada investor dari luar, tetapi sekalipun ada SDM kalau tidak bisa berbahasa asing, contoh bahasa Jepang, tidak nyambung, investor pun mikir dan akhirnya mundur," ujarnya.