Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Langkat. Untuk kepentingan penyidikan, KPK masih terus meminta keterangan banyak saksi dari kalangan kontraktor/rekanan, ASN, bahkan mantan Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu untuk pendalaman kasus yang menjerat Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), yang terjaring OTT KPK pada 17 Februari 2022.
Di antaranya, permintaan persentase atau fee sebesar 15 % dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang, dan fee 16,5 % dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Ternyata, fee 15 % dan 16,5 % yang diterapkan TRP melalui tersangka Iskandar Perangin Angin terhadap rekanan pengadaan barang dan jasa itu merupakan produk Bupati Langkat terdahulu, yang juga dilakukan Bupati Langkat sebelum TRP, sesuai pengakuan tersangka Iskandar Perangin Angin (abang kandung TRP) kepada penyidik KPK.
Untuk membuktikan kebenarannya, penyidik KPK pada Kamis 14 April 2022 telah meminta keterangan Ngogesa Sitepu, seorang kontraktor AZA, seorang pegawai Bank Sumut Cabang Stabat, dan Direktur Utama PT Sinar Sawit Perkasa. Pemeriksaan mereka dilakukan KPK di Mako Brimob Polda Sumut di Medan.
Keempat orang saksi itu terkait penyidikan kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat untuk tersangka TRP. Hal itu dibenarkan Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
"Pemeriksaan dilakukan di Satuan Brimob Polda Sumut, Medan, terhadap mantan Bupati Langkat Ngogesa Sitepu, Akhmad Zuhri Addin selaku kontraktor, Laila Subank seorang pegawai Bank Sumut Cabang Stabat, dan Lina selaku Direktur Utama PT Sinar Sawit Perkasa," katanya.
Dalam OTT, KPK menetapkan 6 tersangka selaku penerima dan pemberi suap, yakni Terbit Rencana Peranginangin, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih dan juga saudara kandung TRP, dan 3 orang pihak swasta atau kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS). Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Muara Peranginangin (MP), kontraktor.
KPK menjelaskan, tahun 2020 hingga kini, TRP selalu Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga mengatur dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi
TRP memerintahkan Sujarno, selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat, dan Suhardi, selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar, sebagai representasi TRP terkait pemilihan pihak mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
Supaya bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, KPK menduga ada permintaan persentase atau fee oleh TRP melalui Iskandar sebesar 15% dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang serta 16,5% dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Kemudian rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara, dengan menggunakan beberapa perusahaan. Total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 miliar.
Ada juga beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar. Pemberian fee oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp 786 juta, yang diterima melalui Marcos, Shuhanda, dan Isfi, untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan hingga pengelolaan fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat tersebut, TRP menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi, ungkap Ali Fikri.
Dihubungi terpisah, Akhmad Zuhri Addin selaku kontraktor, melalui pesan singkat WatsApp-nya Jumat (14/4/2022) malam membenarkan, bahwa dirinya dicecer 16 pertanyaan oleh penyidik KPK di Mako Brimob Medan.
Tidak Beri Fee, Rekanan Gugur
Pemberian fee proyek dilakukan terdahulu, sebelum proses lelang proyek dilakukan, setoran dilakukan 10 % lebih dahulu dari yang diminta 15 % dari nilai proyek. Jika tidak, maka rekanan itu gugur tidak memenangkan proses tender.
Hal itu dibenarkan Drs Ainal MM, Direktur CV Alfira Sari, salah satu perusahaan yang pernah mengikuti proses lelang, tetapi tidak lolos akibat tidak menyetor fee pendahuluan 10% dari 15% nilai proyek yang bakal dilelang,,dan pernah melakukan gugatan hukum ke PN Stabat.
"Di PN Stabat, terjadi putusan sela perkara perdata nomor 69/Pdt.G/2021/PN.Stabat yang diputus 16 Februari 2022, tapi kita masih banding ke Pengadilan Tinggi Medan," katanya.
Dijelaskan Ainal, dalam perkara perdata, CV Alfira Sari sebagai pembanding lawan Kelompok Kerja Pemilihan Pokja Pekerjaan Konstruksi IV Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Pemkab Langkat Tahun Anggaran 2021, selalu terbanding I.
Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK) proyek peningkatan jalan IV tahun anggaran 2021 Dinas PUPR Kabupaten Langkat, terbanding II.
Selanjutnya Bupati Kabupaten Langkat, sebagai turut terbanding I dan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat turut terbanding II.