Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Cina kembali memberlakukan kebijakan tinggal di rumah alias lockdown terhadap hampir 400 juta orang di 45 kota itu. Hal ini sebagai bagian untuk mengurangi lonjakan COVID-19 yang kembali terjadi.
Meski investor yang meremehkan dampaknya, namun analis memberikan peringatan tentang seberapa serius kejatuhan ekonomi global akibat isolasi berkepanjangan ini.
"Pasar global mungkin masih meremehkan dampaknya karena banyak perhatian tetap terfokus pada konflik Rusia-Ukraina dan kenaikan suku bunga Federal Reserve AS," kata Kepala Ekonom Cina, Lu Ting dikutip dari CNN, Senin (18/4/2022).
Paling banyak dikhawatirkan adalah lockdown tanpa batas di Shanghai, kota berpenduduk 25 juta jiwa yang merupakan salah satu pusat manufaktur dan ekspor utama Cina. Kebijakan itu menyebabkan kekurangan makanan, ketidakmampuan mengakses perawatan medis, hingga pembunuhan hewan peliharaan.
Pelabuhan Shanghai yang menangani lebih dari 20% lalu lintas barang Tiongkok pada 2021, saat ini terhenti. Persediaan makanan yang tersangkut di kontainer pengiriman tanpa akses terancam membusuk.
Menurut buku statistik pemerintah tahun 2021, Shanghai menghasilkan 6% dari ekspor Cina sehingga penutupan pabrik di dalam dan sekitar kota semakin mengguncang rantai pasokan. Maskapai kargo membatalkan semua penerbangan masuk dan keluar kota, lebih dari 90% truk yang mendukung pengiriman impor dan ekspor saat ini tidak beroperasi.
Pabrik pemasok Sony dan Apple di sekitar Shanghai tidak beroperasi. Quanta, produsen notebook kontrak terbesar di dunia dan pembuat MacBook telah menghentikan produksi sepenuhnya. Tesla telah menutup pabriknya di Shanghai Giga, yang memproduksi sekitar 2.000 mobil listrik per hari.
"Dampaknya terhadap Cina sangat besar dan dampak pada ekonomi global cukup signifikan. Saya pikir kita akan menghadapi lebih banyak volatilitas, gangguan ekonomi dan sosial setidaknya selama enam bulan ke depan," kata Kepala Praktik Grup Eurasia untuk Cina dan Asia Timur Laut, Michael Hirson.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pekan lalu, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan skenario terburuk yang didorong oleh invasi Rusia ke Ukraina, dapat mengurangi PDB global jangka panjang sebesar 5%.
Analis tidak lagi percaya bahwa target pertumbuhan ekonomi 5,5% Cina tahun 2022. Bank Dunia merevisi perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi Cina menjadi 5% hingga bisa turun menjadi 4%.(dtf)