Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Menyikapi keluhan masyarakat terkait adanya dugaan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan perusahaan angkutan berbasis aplikasi, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I menggelar Focus Group Discussion (FGD), di Ruang Pertemuan KPPU Kanwil I Medan. Hadir dalam FGD tersebut, perwakilan dari pengusaha Angkutan Sewa Khusus (ASK), perwakilan dari komunitas driver taksi online, Grab, Gocar dan Maxim, Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu, Dinas Kominfo, Dinas Perhubungan dan Ombudsman.
Kepala KPPU Kanwil I, Ridho Pamungkas, mengatakan, telah terjadi perekrutan pengemudi yang dilakukan perusahaan aplikasi berbasis teknologi informasi secara langsung tanpa melalui perusahaan Angkutan Sewa Khusus (ASK) di wilayah Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo (Mebidangro). Selain itu perusahaan Aplikasi tidak mempersyaratkan calon pengemudi harus memiliki Kartu Elektronik Standar Pelayanan (KESP), hanya mengimbau saja, yang mana KESP ini hanya dapat diurus di perusahaan ASK.
Kedua hal tersebut dinilai melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus di Provinsi Sumatera Utara.
"Namun sayangnya, kedua regulasi tersebut tidak mengatur sanksi terhadap perusahaan aplikasi melainkan hanya sanksi kepada perusahaan ASK," kata Ridho, Rabu (20/4/2022).
Ridho mengatakan, perilaku perusahaan aplikasi yang merekrut pengemudi secara mandiri hingga membuat ASK kehilangan pekerjaan belum memenuhi unsur-unsur pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 17. Perbuatan tersebut terjadi karena adanya pelanggaran terhadap regulasi yaitu Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 dan Pergub Sumatra Utara Nomor 13 Tahun 2020.
"Namun ketika ada perusahaan yang patuh terhadap aturan dan ada yang tidak patuh, maka perusahaan yang tidak patuh berpotensi melanggar pasal 21, yakni perbuatan curang dalam menetapkan biaya produksi yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan tidak melalui perusahaan ASK, bisa jadi akan mengurangi biaya dalam menawarkan jasa ke pelanggan. Tentunya tidak fair bagi perusahaan yang merekrut lewat perusahaan ASK," kata Ridho.
Ridho mengatakan, perlu adanya pengaturan sanksi dan kewenangan yang lebih jelas dan tegas terkait dengan penyelenggaraan ASK, agar semua pihak dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Pada pertemuan tersebut, Ketua DPU ASK Oragnisasi Angkutan Darat (Organda) Mebidangro, Frans Tumpu Simbolon, mengaku kecewa dengan perusahaan aplikasi yang merekrut driver secara langsung sehingga mematikan usahanya. "Kami keberatan dengan ini, pekerjaan kami diambil alih oleh perusahaan aplikasi dan inilah yang kami sebut monopoli. Instansi terkait harus bertindak tegas. Ini sudah jelas melanggar aturan," katanya.
Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) Sumut yang diwakili David Bangar Siagian, menuturkan, dulu anggota Oraski mengurus izin KESP melalui ASK berbadan hukum, salah satunya melalui Oraski yang memiliki badan hukum ASK. Namun banyak driver yang telah memiliki KESP tidak memperpanjang karena bagi mereka tidak ada manfaat dari KESP tersebut. Karena tanpa KESP pun masih bisa jalan.
"Sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi driver lebih kepada masalah tarif, perang tarif antara aplikator cukup sengit, dan driver hanya bisa mengikuti penetapan diskon oleh aplikator," katanya.
Perwakilan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Go-jek), Dedo Pasaribu, menjelaskan, pihaknya senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku. Driver yang sudah terdaftar di Go-jek dapat mengurus KESP dari aplikasi Go-jek dan dapat memilih untuk mendaftar melalui badan hukum manapun.
Hal senada juga disampaikan oleh GM Public Affairs of Sumatera Regional dari Grab, Guruh Gunawan Ismaela. Ia mengatakan, pihaknya melakukan rekrutmen driver secara mandiri pada masa pandemi Covid-19 adalah untuk mendukung program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu Kepala Cabang PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) Sumut, Muhammad Farizi, mengatakan, pihaknya senantiasa mematuhi peraturan perundang-undangan, namun memang masih banyak driver yang belum memiliki KESP karena pada driver berpandangan tidak ada manfaatnya. "Kami selalu himbau para driver untuk urus KESP," katanya.
Perwakilan Ombudsman Sumut, Mori Yana Gultom, mengatakan, Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 dan Pergub Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 belum dapat diimplementasikan sepenuhnya lantaran belum mengatur kewenangan instansi mana yang melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan tersebut.
"Semestinya pihak aplikator dapat menjadi filter untuk mewajibkan driver online memiliki KESP, yakni dengan mempersyaratkan harus mengurus KESP sebelum mendaftar sebagai driver atau yang sudah tidak berlaku," katanya.
Menanggapi berbagai informasi tersebut, Kepala Seksi Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek dan Angkutan Barang Dinas Perhubungan Sumut, Yunus Pasodung, meminta semua perusahaan aplikasi untuk merekrut driver dengan bekerja sama dengan perusahaan ASK dan mewajibkan driver yang mendaftar untuk memiliki KESP sebagaimana diatur dalam Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 dan Pergub Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020.
"Masalahnya hanya satu, perusahaan aplikasi tidak mengikuti Permenhub No 118 Tahun 2018 dan Pergub Nomor 13 Tahun 2020. Jika ketentuan ini dijalankan, tidak akan ada lagi masalah. Kami juga sudah beberapa kali meminta akses dashboard kepada perusahaan aplikasi namun tidak juga dipenuhi," katanya.