Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja menetapkan empat tersangka kasus dugaan pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Keempat tersangka tersebut adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirdaglu) Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana (IWW); Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA (SMA); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI), Master Parulian Tumanggor (MPT) dan General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, Picare Togar Sitanggang (PT).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kanwil I Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ridho Pamungkas, memberikan apresiasi kepada pihak Kejagung. "Terkuaknya dugaan gratifikasi atau suap pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor dari Kemendag kepada tiga perusahaan swasta tersebut semakin menguatkan sinyal kartel akan adanya perilaku penahanan atau pengalihan pasokan yang mempengaruhi suplai minyak goreng dalam negeri," katanya, Kamis (21/4/2022).
Ridho mengatakan, sejak awal pihaknya telah menduga adanya sinyal kartel dalam kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan DMO adalah mengalokasikan 20% dari ekspor untuk kebutuhan industri minyak goreng dalam negeri. Dalam hitungan pemerintah, kebutuhan CPO untuk industri minyak goreng akan terpenuhi dari alokasi DMO, namun nyatanya banyak industri yang mengaku kesulitan memperoleh CPO dengan harga penetapan pemerintah tersebut. Artinya ada perilaku pelaku usaha yang tidak mengikuti kebijakan DMO hingga menyebabkan pasokan untuk input minyak goreng domestik terbatas.
Ridho mengatakan, unsur kartel pada perilaku ekspor minyak goreng itu memang harus memperlihatkan adanya perjanjian/kesepakatan antara pelaku usaha dalam mengatur produksi. Dapat dilihat bahwa ketiga perusahaan tersebut, baik secara sendiri-sendiri atau bersama, berkomunikasi secara intens dengan pihak yang memberikan izin ekspor agar tetap menerbitkan izin eksport meskipun mereka bukanlah entitas usaha yang berhak mendapat persetujuan ekspor.
Pasalnya, ketiga perusahaan tersebut merupakan entitas usaha yang mendistribusikan CPO tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri atau Domestic Price Obligation (DPO). Maka dapat disinyalir ada perilaku yang terkoordinasi diantara pelaku usaha dalam membuat kelangkaan minyak goreng di pasar.
Ketiga perusahaan swasta yang terlibat dalam dugaan gratifikasi ini sendiri merupakan bagian dari 8 grup besar dalam industri minyak goreng nasional yang tengah diselidiki KPPU. Tidak menutup kemungkinan jumlah yang terlibat dalam kasus pemberian fasilitas ekspor akan terus bertambah. Jika itu yang terjadi, maka akan semakin memperkuat dugaan adanya kartel minyak goreng. KPPU sendiri tetap akan menjalankan proses penyelidikan karena titik fokus antar kedua lembaga berbeda.
"KPPU fokus pada perilaku pelaku usaha/perusahaan (bukan individu) khususnya dalam membuktikan ada tidaknya tindakaan koordinasi yang menyebabkan kartel harga, kartel produksi, atau kartel pemasaran," kata Ridho.
Sebagaimana diketahui, ketiga perusahaan swasta yang disebutkan oleh Kejagung berasal atau memiliki pabrik minyak goreng di Sumatra Utara (Sumut). Sebelumnya, KPPU telah memanggil sembilan pihak. Tujuh pihak tidak memenuhi panggilan penyelidikan, termasuk empat produsen, yakni PT Sinar Alam Permai (Wilmar Group), PT Nubika Jaya (Permata Hijau Group), PT Permata Hijau Sawit (Permata Hijau Group), dan PT Asianagro Agungjaya (Royal Golden Eagle Group). Atau dapat dikatakan, tiga dari empat perusahaan yang tidak memenuhi panggilan pertama KPPU, terlibat dalam kasus yang ditangani Kejagung.
"Kanwil I KPPU akan membantu sepenuhnya kelancaran proses penyelidikan yang dilakukan KPPU Pusat, mengingat Sumut memiliki banyak produsen minyak goreng. Diharapkan ke depan seluruh pelaku usaha yang dipanggil KPPU dalam penyelidikan segera hadir untuk memberikan data dan keterangannya kepada KPPU," kata Ridho.
Sesuai dengan Pasal 41 UU No 5 Tahun 1999, pelaku usaha yang menghambat proses penyelidikan dan atau pemeriksaan dapat diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Setelah kejadian ini, saya yakin pelaku usaha akan bersikap kooperatif dengan KPPU," pungkas Ridho.