Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral AS pada pekan lalu menaikkan bunga acuan sebesar 50 basis poin, membuat asset dalam mata uang dolar lebih menarik dan memicu aksi jual pada emas. Harga emas pun tersungkur dan kini ditransaksikan di kisaran level US$ 1.849/troy ons.
Harga emas sebenarnya dalam tren turun sejak pertengahan April kemarin. Sebelumnya emas masih bertengger di level US$ 1.978/troy ons. Penurunan harga emas dipicu ekspektasi pasar yang menilai bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan bunga acuannya secara agresif.
"Nah, setelah The Fed menaikkan bunga acuan sebesar 50 basis poin, harga emas pun bergerak dalam tren turun," kata pengamat ekonomi, Gunawan Benjamin, Rabu (11/5/2022).
Dengan mengacu pada kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS hari ini dikisaran 14.550/dolar AS, maka harga emas berada dikisaran Rp 867.000/gram. Itu adalah kisaran harga saat membeli logam mulia tersebut. Tetapi harga jual emas bisa lebih rendah dari Rp 800.000 gram pada saat ini.
Gunawan mengatakan, tekanan harga emas pada dasarnya masih akan berlangsung lama seiring dengan ekspektasi kenaikan bunga acuan bank sentral tersebut. Sejauh ini Bank Sentral AS diperkirakan masih akan terus menaikkan bunga acuannya secara agresif. The Fed tidak akan berhenti setelah menaikkan bunga acuan sebesar 50 basis poin sebelumnya.
Selama ada tren kenaikan bunga acuan maka emas pada dasarnya dalam tekanan. Tetapi ada beberapa hal yang membuat emas bisa saja bebalik menguat. Perang menjadi salah satu pemicu yang bisa membuat harga emas pulih. Selain itu inflasi yang tinggi yang terjadi di banyak negara juga turut berpeluang mengerek kenaikan harga emas nantinya.
Akan tetapi untuk sementara waktu dengan sejumlah sentimen saat ini, safe haven tengah berpihak pada mata uang dolar AS akibat kenaikaan bunga acuan tersebut. "Jadi untuk sementara harga emas masih akan berada dalam tren bearish atau melemah, hingga nanti ada sentimen baru khususnya terkait dengan perkembangan perang Rusia - Ukraina, atau kinerja inflasi yang memburuk terus terjadi disaat sejumlah asset di pasar keuangan global mencapai harga dalam titik tertinggi," kata Gunawan.