Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Produsen otomotif BMW terpaksa harus memproduksi mobil tanpa mengusung fitur Android Auto atau Apple CarPlay di dalamnya. Hal ini disebabkan krisis chip semikonduktor yang belum bisa diatasi sampai sekarang.
Dilansir The Verge, pihak BMW enggan terus menunda pengiriman mobil ke konsumen karena masalah chip semikonduktor. Lantas, agar tidak terjadi inden terlalu lama alhasil BMW terpaksa mengirimkan mobil tanpa hadirnya kedua fitur tersebut.
"Komponen chip yang terpasang di mobil ini dalam empat bulan pertama tahun ini membutuhkan perangkat lunak yang diperbarui agar dapat berfungsi secara penuh dan menawarkan kemampuan Apple CarPlay/Android Auto dan Wi-Fi," kata juru bicara BMW, Phil Dilanni.
"Daripada menunda produksi atau serah terima mobil hingga pengerjaan pembaruan perangkat lunak selesai, kami telah mengirimkan beberapa mobil kepada pelanggan dengan informasi bahwa Apple/Android dan Wi-Fi akan tersedia melalui pembaruan pada akhir Juni," jelasnya.
Sayangnya, BMW tidak merinci model apa saja yang terkena imbas dari hilangnya fitur Android Auto dan Apple CarPlay dalam sementara waktu. Namun diprediksi, mobil yang kehilangan fitur tersebut akan dikirim ke sejumlah negara Eropa seperti Prancis, Italia, Inggris, dan Spanyol.
Ini bukan kali pertama BMW harus menghilangkan fitur andalan di mobil miliknya. Pada November lalu, BMW menghentikan pengiriman sejumlah kendaraan baru tanpa layar sentuh dan fitur asisten cadangan. Lantas, pabrikan asal Jerman itu memberikan kredit US$ 500 (sekitar Rp 7,2 juta) kepada pemilik mobil yang terdampak sebagai bentuk imbalan.
Tak hanya BMW, perusahaan lain seperti General Motors juga pernah menghapus fitur pengisian daya nirkabel di dalam mobil karena masalah kelangkaan chip semikonduktor. Ford juga sempat menjual SUV Explorer tanpa ada pemanas di kursi belakang serta panel kontrol AC.
Sementara itu, CEO Intel Pat Gelsinger memprediksi jika krisis chip semikonduktor dapat mempengaruhi jalur produksi di berbagai sektor industri secara global. Hal ini ia yakini dapat terus berlangsung sampai 2024 mendatang.(dto)