Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Seorang tentara Rusia berusia 21 tahun mengaku bersalah membunuh seorang warga sipil tak bersenjata di Ukraina. Prajurit muda itu diadili pada Rabu (18/5/2022) waktu setempat dalam pengadilan kejahatan perang pertama di Ukraina sejak invasi Rusia dimulai.
Dilansir dari BBC, Kamis (19/5/2022), Vadim Shishimarin mengaku menembak seorang pria berusia 62 tahun, beberapa hari setelah invasi dimulai. Dia terancam hukuman penjara seumur hidup.
Tahanan itu dibawa ke ruang sidang kecil di Kiev dengan tangan diborgol, diapit oleh penjaga bersenjata lengkap. Dia tampak gugup, dan terus menundukkan kepalanya.
Janda dari Oleksandr Shelipov, pria yang terbunuh itu duduk hanya beberapa meter dari prajurit Rusia tersebut. Wanita bernama Kateryna itu menyeka air matanya ketika tentara Rusia itu memasuki pengadilan.
"Apakah kamu menerima kesalahanmu?" tanya hakim. "Ya," jawab Shishimarin.
"Sepenuhnya?" "Ya," jawabnya pelan.
Jaksa mengatakan Shishimarin sedang memimpin sebuah unit di divisi tank ketika konvoinya diserang.
Dia dan empat tentara lainnya mencuri sebuah mobil, dan saat mereka melakukan perjalanan di dekat Chupakhivka, mereka bertemu dengan pria berusia 62 tahun itu dengan sepeda.
Menurut jaksa, Shishimarin diperintahkan untuk membunuh warga sipil dan menggunakan senapan serbu Kalashnikov untuk melakukannya.
Kremlin mengatakan sebelumnya tidak diberitahu tentang kasus ini.
Otoritas Ukraina sejauh ini telah mengidentifikasi lebih dari 10.000 kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan oleh Rusia.
Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova mentweet: "Dengan persidangan pertama ini, kami mengirimkan sinyal yang jelas bahwa setiap pelaku, setiap orang yang memerintahkan atau membantu melakukan kejahatan di Ukraina tidak akan menghindari tanggung jawab."
Moskow telah membantah pasukannya menargetkan warga sipil. Namun, para penyelidik telah mengumpulkan bukti-bukti kemungkinan kejahatan perang untuk dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.
ICC telah mengirim tim yang terdiri dari 42 penyelidik, ahli forensik, dan staf pendukung ke Ukraina. Sementara itu, Ukraina juga telah membentuk tim untuk menyimpan bukti-bukti guna memungkinkan penuntutan di masa depan.(dtc)