Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sri Lanka gagal membayar utang untuk pertama kalinya dalam sejarah. Hal itu terjadi setelah masa tenggang 30 hari untuk pembayaran bunga utang US$ 78 juta berakhir, tapi belum terbayarkan.
Gubernur Bank Sri Lanka P Nandalal Weerasinghe mengatakan, negara tersebut sekarang dalam kondisi 'pre-emptive default'. Gagal bayar terjadi ketika pemerintah tidak dapat memenuhi sebagian atau seluruh pembayaran utang mereka kepada kreditur.
Hal ini dapat merusak reputasi negara, membuat negara kesulitan untuk meminjam uang di pasar internasional dan merusak kepercayaan pada mata uang dan ekonominya.
Saat ditanya apakah Sri Lanka dalam keadaan gagal bayar, Weerasinghe mengatakan, pihaknya tak akan mampu membayar utang sampai mereka dapat melakukan restrukturisasi.
"Posisi kami sangat jelas, kami mengatakan bahwa sampai mereka datang ke restrukturisasi (utang kami), kami tidak akan mampu membayar. Jadi itulah yang terjadi. Anda menyebutnya default pre-emptive," katanya seperti dikutip dari BBC, Jumat (20/5/2022).
"Bisa jadi ada definisi teknis... dari sisi mereka bisa dianggap default. Posisi kami sangat jelas, sampai ada restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar," tambahnya.
Sri Lanka sedang berusaha untuk merestrukturisasi utangnya yang lebih dari US$ 50 miliar ke kreditur asing agar lebih mudah dikelola untuk membayar kembali.
Ekonomi Sri Lanka mengalami pukulan yang keras karena pandemi, kenaikan harga energi dan pemotongan pajak. Kurangnya pasokan mata uang asing dan inflasi yang tinggi telah menyebabkan kekurangan obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya yang parah.
Dalam beberapa minggu terakhir telah terjadi protes besar dan terkadang disertai kekerasan terhadap Presiden Gotabaya Rajapaksa dan keluarganya karena krisis yang berkembang.(dtf)