Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Meski jadi negara ekonomi terbesar kedua di dunia, Cina telah kehilangan investor asing selama setahun terakhir. Hal itu karena berbagai masalah dan tindakan dari pemerintah Negeri Tirai Bambu itu sendiri.
Misalnya saja, pemerintah Cina telah menekan dengan aturan ketat perusahaan teknologi terbesar negara itu. Sektor properti atau real estat Cina mengalami kerugian, hingga lockdown di beberapa kota yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Analis menilai, Cina yang pernah menjadi mercusuar peluang ekonomi terbesar kedua di dunia, kini ditinggal investor.
"Orang-orang sangat negatif kepada Cina saat ini. Banyak orang menyebut dari perspektif pasar modal, 'tidak dapat diinvestasikan,'" kata Kathryn Koch dari Goldman Sachs Asset Management, dikutip dari CNN, Rabu (8/6/2022).
Hilangnya investor asing juga ditandai dengan dana ekuitas yang keluar dari Cina cukup besar. Menurut Refinitiv dana ekuitas keluar sebesar US$ 1,4 miliar pada Maret-April. Kemudian pada bulan Mei hanya masuk US$ 245 juta.
Meski demikian, masih ada secercah harapan bagi Cina untuk mengambil hati investor asing. Pertama, ada tanda-tanda negara itu akan mengurangi tekanan kepada perusahaan swasta, terutama di sektor teknologi.
The Wall Street Journal melaporkan, tinjauan keamanan siber Cina terhadap Didi, akan segera berakhir. Langkah ini memungkinkan Didi untuk kembali ke toko aplikasi di Cina pekan ini. Didi merupakan aplikasi layanan ride-hailing atau taksi online Cina.
Saham Didi di New York meroket 24% pada hari Senin dan naik 5% lagi dalam perdagangan premarket pada hari Selasa. Alibaba (BABA) dan JD.com (JD) keduanya naik lebih dari 6% pada hari Senin.
Kedua, beberapa kota terutama Shanghai melonggarkan lockdown. Hal itu memberi harapan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat segera dihidupkan kembali. Kota sebagai pusat keuangan Cina mengakhiri lockdown yang telah berjalan dua bulannya pada minggu lalu.
Ketiga, kemungkinan investor akan tetap masuk ke Cina karena nilai saham saat ini kecil. Setelah sebelumnya banyak investor menjual asetnya, kini harga saham di Cina turun.(dtf)